Hidup Ber-agama dan Ber-pancasila


dari google.comOleh Pormadi Simbolon

“Pancasila bukan agama. …karena itu, walaupun fungsi dan peran Pancasila dan agama berbeda, dalam negara Pancasila kita dapat menjadi pengamal agama yang taat sekaligus pengamal Pancasila yang baik. Karena itu, jangan sekali-kali ada yang mempertentangkan agama dengan Pancasila karena keduanya tidak bertentangan” (Presiden Soeharto, Pidato Kenegaraan tanggal 16 Agustus 1983).

Membaca kutipan pidato kenegaraan tersebut, kita disadarkan bahwa ketahanan negara Indonesia dapat kokoh jika seyogiyanya warga negara Indonesia menjadi pemeluk agama yang taat sekaligus pengamal Pancasila yang baik dalam bernegara dan bermasyarakat.

Sayangnya, beberapa bulan terakhir, kehidupan berbangsa masyarakat Indonesia sedang menghadapi tantangan. Masyarakat disuguhi berbagai sajian drama saling serang antar kubu yang berseberangan. Masyarakat menjadi terbiasa pada warta kebencian  serta tidak malu-malu lagi untuk adu caci maki di hadapan publik.

Drama saling mewartakan kebencian tampak dalam dunia media sosial. Yang paling terasa, dalam Pilkada DKI Jakarta lalu, media sosial digunakan untuk identifikasi diri dan pihak lain sebagai dua kelompok berlawanan. Terkesan satu kubu lebih rasional, kubu lain lebih emosional. Yang lebih parah, ada kubu yang memanfaatkan identitas agama dan etnis, untuk menjatuhkan kubu lain. Ujung-ujungnya,  masing-masing pendukung (kubu) hingga ke akar rumput mulai fanatik. Tak jarang persahabatan atau persaudaraan rusak gara-gara beda pilihan, kawan di-unfriend,  kolega diblok, bahkan left grup keluarga hingga debad kusir di meja makan.

Fenomena keretakan sosial dalam bermasyarakat di atas membawa kesan bahwa sikap dan perilaku kita sebagai pemeluk salah satu agama dalam sistem negara Pancasila semakin memudar. Ada kesan, agama ditonjolkan, Pancasila diabaikan dalam hidup bernegara dan bermasyarakat.

Pancasila sebagai Kesepakatan Bersama

Kita sangat bersyukur atas konsensus yang dihasilkan para pendiri bangsa yang sekarang dikenal dengan sebutan empat pilar yaitu: Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Undang-Undang Dasar 1945. Nilai-nilai kearifan lokal dan agama dikristalkan dalam butir-butir nilai Pancasila.

Para pendiri bangsa menyadari bahwa masyarakat Indonesia beraneka ragam dari segi agama, etnis, budaya dan bahasa. Oleh sebab itu, Pancasila dijadikan sebagai philosofische grondslag (dasar falsafah) yang terdiri atas sila-sila: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusrawaratan/ perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila dengan lima butir tersebut disepakati  dalam rapat pleno  Panitia Persiapan Kemerdekaan pada tanggal 18 Agustus 1945 dalam rangka pengesahan UUD Negara Republik Indonesia, yang dalam pembukaannya, pada alinea keempat, tercantum rumusan Pancasila.

Pancasila sebagai philosofische grondslag, merupakan fundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia yang kekal abadi (Pidato lahirnya Pancasila). Pancasila adalah dasar dan ideologi negara yang berfungsi juga sebagai suatu dasar moral dan ikatan moral seluruh bangsa Indonesia dalam bernegara dan bermasyarakat (Roeslan Abdulgani, 1977:16)

Tanpa Kehilangan Identitas

Berangkat dari lahirnya Pancasila, kita memperhatikan ada debat yang sangat alot antara golongan nasionalis dengan golongan Islam.  Pada akhirnya, masing-masing perwakilan baik dari golongan nasionalis maupun Islam sadar bahwa negara yang mau dibangun ini hanya bisa kooh apabila dilema wewenang ideologis bisa teratasi.

Akhirnya, Pancasila diterima sebagai ideologi negara, di satu pihak dengan tidak memutlakkan cita-cita golongannya sendiri, sehingga golongan lain pun menjadi kerasan dalam hidup bersama, di pihak lain, karena Pancasila memang dianut oleh semua golongan, maka dalam menerima Pancasila, mereka tidak perlu mengorbankan apa pun dari identitas mereka sendiri. (Sudjangi, Depertemen Agama 1991/1992: 228).

Kesepakatan menerima Pancasila sebagai dasar berdirinya “rumah bersama” Indonesia, semua golongan baik Islam maupun nasionalis menjadi warga negara yang sama martabatnya. Pancasila menjamin bahwa pemeluk agama Islam dapat betul-betul hidup sebagai orang Islam, orang Kristen dapat hidup betul-betul sebagai orang Kristen, demikian juga pemeluk agama dan kepercayaan lainnya dalam sistem negara Pancasila.

Berangkat dari situasi kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang mengalami keretakan dewasa ini, sudah mendesak dilakukan pemantapan agama dan penyadaran Pancasila sebagai filosofi hidup bermasyarakat dan bernegara. Setiap warga negara Indonesia harus menjadi pemeluk agama terbaik sekaligus Pancasilais dalam bermasyarakat dan bernegara.

Pemantapan agama dilakukan melalui Kementerian Agama. Kementerian Agama mempunyai tugas dan fungsi memfasilitasi dan melayani semua agama  agar menjadi pemeluk agama terbaik.

Pemantapan Pancasila dilakukan dengan cara antara lain menghidupkan kembali mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) di sekolah dasar dan menengah, dimana butir-butir Pancasila diimplementasikan dengan contoh praktek hidup sehari-hari. Mata pelajaran PMP yang penulis alami akhir tahun 1980-an dan awal tahun 1990-an sangat bermanfaat dalam perjalanan kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang majemuk.

Baik pemantapan kehidupan keagamaan maupun pemantapan falsafah Pancasila sebagai dasar bernegara dan bermasyarakat dapat dilakukan sosialisasi melalui media massa dan media sosial. Lagu-lagu kebangsaan sebaiknya ditayangkan layaknya iklan bukannya menayangkan lagu partai tertentu. Para tokoh masyarakat, tokoh agama dan pejabat negara memberikan teladan bijak menggunakan media sosial kepada para follower-nya, dengan mem-viralkan konten nilai-nilai agama yang pancasilais.

Tentu, pemerintah dan masyarakat perlu bekerjasama mengawasi dan menyelesaikan segala bentuk konten berisi bibit perusak kehidupan beragama dan bermasyarakat. Pemerintah perlu membuat ruang atau media online sebagai ruang pengaduan masyarakat atas akun media sosial yang terindikasi menyebarkan bibit-bibit perusak bangsa seperti intoleransi, radikalisme dan terorisme. Pemerintah harus menindaklanjuti laporan masyarakat agar berdaya efek jera, dan kejadian yang sama tidak terulang. Semoga. Selamat Hari Lahir Pancasila 2017.

Penulis ASN Kemenag, alumnus STF Widyasasana Malang

Tampaknya Lengkaplah & Sempurnalah sudah Koalisi Pendukung Prabowo


Demokrat akhirnya(Walau dr Awal sdh bisa diPastikan) berlabuh ke Prabowo -Hatta.

Setelah selama ini Demokrat malu2 utk menyatakan dukungannya pada pasangan no.1 akhirnya kemaren secara resmi mereka menyatakan Dukungannya.

Tampaknya Lengkaplah & Sempurnalah sudah Koalisi Pendukung Prabowo yg terdiri dari semua partai berMasalah dimulai dari kasus peLanggaran Ham Berat, kasus Import daging sapi, kasus pengAdaan Alquran, kasus peNgemplang pajak, kasus Lapindo, kasus Mafia Migas, kasus Century, kasus Hambalang dan berbagai kasus2 lainnya.

Kalau, pendukung Koalisi terdiri dari Partai +Org yg bermaslah, bagaimana mungkin dapat melaksanakan janji utk menciptakan pemerintahan yg Bersih & mencegah keBocoran krn sumber+dalang keBocoran ada diDalamnya, & semua sdh Keropos, jadi kalau dikasih MD40 anti karat, yakini Bocornya akan semakin Besar.

Kita dapat mengerti kenapa SBY yg semula menyatakan Demokrat Netral akhirnya memutuskan utk berKoalisi!!!

Karena pernyataan Jokowi di depan KPK saat mengKlarifikasi laporan keKayaan bahwa dia akan memperKuat KPK dgn menambah personil penyidik KPK, serta kalau keUangan menCukupi akan meNingkatkan anggaran KPK sepuluh kali lipat!!! Apakah tidak meNyeramkan tuh Buat para Penjahat2 Negara ini???

Pepatah kuno mengatakan salah naik angkot nyesalnya 1 jam, salah potong Rambut nyesalnya 1 bln, salah pilih Sekolah nyesalnya 1 thn, salah pilih Presiden nyeselnya 5 – 10 thn!!!

Bangsa Kita sdh mengAlaminya 5 thn terAkhir ini Bagaimana Bangsa ini telah mengHujat Pemimpin pilihan mereka sendiri sampai Bangsa lain tidak mengHormati Pemimpin pilihan Kita, serta keWibawaan Bangsa Kita! Haruskah Kita mengUlangi keSalahan yg Sama???

Kalau jawaban Kita Tdk apa2 silahkan Hapus broadcast ini. Tapi kalau jawaban Kita Tdk ♏αΰ krn Kita bukan keledai, maka Broadcast kembali ĸƺ Semua Kontak  Kita jg Kerabat2 ! Hidup ini Pilihan jd Tlg Jäñgån ϑĩ Sia2kan!Met P<3gi

Kiriman dari BBM

MUSDAH MULIA: Diam Itu Berbahaya


SELESAI acara Misa Syukur 70 Tahun Michael Utama Purnama di Aula Yustinus Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta, Jalan Sudirman, Musdah Mulia (56) tampil menyampaikan testimoni, Minggu (8/6).

”Diam itu berbahaya. Orang baik harus banyak bicara sebab diam saja itu dianggap setuju dengan keadaan karut-marut,” katanya di depan hadirin yang memenuhi aula.

HS Dillon, Sudhamek AWS, dan Pendeta SAE Nababan yang mengikuti perayaan sejak awal sampai akhir tepekur. Harapan hadirin menunggu komentar lebih jauh terkait Pemilu Presiden 2014 tidak terpenuhi. Musdah, Ketua Umum Indonesian Conference on Religion and Peace itu, menghindar. Pluralitas dan pluralisme adalah jati diri Indonesia, katanya. ”Para pendiri negeri ini sejak awal sudah mencita-citakan suatu negara yang demokratis didasarkan atas realitas kemajemukan.”

Suara hatinya tidak bisa menerima tindakan kekerasan yang terjadi di Sleman, Yogyakarta. ”Harus bicara. Diam itu berbahaya,” ujarnya lagi, lebih bersemangat. Cara bicara macam-macam. Hal itu seperti dilakukan Michael Utama yang hari itu genap 70 tahun. Bagi Musdah, sosok Michael Utama merupakan aktivis penggalang gerakan pluralisme.

Aktivitas Michael Utama sebagai penggerak pluralitas rupanya lebih menonjol dibandingkan ketokohannya sebagai filantrop, pendidik, dan pebisnis. (STS)

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000007128059

Ja’far Umar Thalib: Saya Siap Perang Melawan Pluralisme


 KBR, Yogyakarta – Panglima Laskar Jihad Ja’far Umar Thalib menegaskan dirinya tidak takut kepada Raja Kraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X. 

Hal ini dinyatakan di hadapan ratusan orang dalam acara tabligh akbar berjudul “Perang Melawan Pluralisme” di Masjid Gede Kauman, Yogyakarta, Minggu (8/6). 

Ja’far mengatakan dirinya siap berperang melawan pluralisme karena menurut dia, Islam tidak mengenal paham tersebut. Penolakan dan kecaman untuk hidup dalam keberagaman itu ditujukan juga kepada Raja Kraton Yogyakarta yang dianggap selalu menyerukan pluralisme. 

“Umat Islam menentang pluralisme. Biarpun Sultan bilang begitu, saya tidak takut kepada Sultan. Meskipun ratusan Kraton bersatu, saya tidak takut,” katanya. 

Ia pun mengatakan, salah satu resiko berperang melawan pluralisme adalah ditangkap Polisi. Tapi menurut dia, itu adalah resiko biasa dalam berperang. Ditambah lagi, Ja’far Umar Thalib mengaku tidak punya rasa takut kepada Kapolda. “Meskipun TNI dan Polri melebur, saya tidak takut pada Kapolda.”

Sebelumnya, pengurus Masjid Kauman menolak untuk memberikan izin penyelenggarakan tabligh akbar karena tema yang diusung acara tersebut yaitu “Perang Melawan Pluralisme”. Tema itu dianggap tidak sesuai dengan kondisi Yogyakarta. 

“Izin sudah diajukan seminggu lalu, tapi belum ada temanya,” jelas pengurus Masjid Gede Kauman, Budi Setyawan. “Kalau tema yang “Perang Melawan Pluralisme” itu tidak boleh, lalu kemudian mereka menggantinya.”

Kepolisian Yogyakarta juga sudah mengeluarkan izin untuk pelaksanaan tabligh akbar ini, yang akhirnya berubah judul menjadi “Umat Indonesia Bersatu untuk Indonesia yang Maju”. 

Saat acara berlangsung, tidak nampak pengamanan ketat dari pihak Kepolisian. Polisi hanya berjaga – jaga disepanjang jalan raya menuju Masjid Gede Kauman.

Masjid Gede Kauman adalah masjid tertua di Yogyakarta. Biasanya Sultan dan keluarganya memilih masjid ini untuk shalat Jumat dan hari raya keagaaman. Masjid yang terletak di alun-alun utara ini hanya berjarak satu kilometer dari tempat tinggal Sultan Hamengku Buwono X.

Editor: Citra Dyah Prastuti 

Dari: http://www.portalkbr.com/berita/nasional/3274014_4202.html

Jokowi-JK Andalkan Nawa Cita, Sembilan Agenda Prioritas untuk Indonesia


Selain menyampaikan visi dan misi pencalonan presiden dan wakil presiden, pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla juga menyertakan sembilan agenda prioritas untuk mewujudkan visi dan misi mereka. Agenda ini disebut sebagai Nawa Cita.

Berdasarkan dokumen yang dipublikasikan KPU, pasangan Jokowi-JK mengusung visi bertema “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong”. Adapun sembilan agenda itu adalah:

1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara.

2. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya.

3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daaerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.

4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya.

5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.

6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional.

7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.

8. Melakukan revolusi karakter bangsa.

9. Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.

Sumber: http://nasional.kompas.com/read/2014/05/20/1427368/Jokowi-JK.Andalkan.Nawa.Cita.Sembilan.Agenda.Prioritas.untuk.Indonesia