La Nuit du Samedi à Jakarta


La Nuit du Samedi à Jakarta

Ma petite amie, Cuncun, une chinoise, elle m’a téléphoné. Elle a dit que nous allait au cinéma, Bioskop Buaran”, à l’Est de Jakarta. S’était le 15 avril 2006. D’après elle, le film était “Final Destination 3”. Alors Je suis allé chez elle, à Senen, le centre de Jakarta. Il était la nuit. Il était 19 heure du soir. Nous avons pris le transport du public, “Metromini 47” de chez elle au cinéma. Il a fallu une heure. En allant au cinéma, nous-nous sommes bavardés d’amour.

Alors, nous sommes allés à la salle du cinéma après achèter deux tickets. Le film n’était pas mauvais. Il était un film de vie les jeunes d’americains. Dans la vie, tout le monde a eu la destination. La destination était la mort. Le film a fini à 22.00 heure.

À la nuit, nous avons eu soif. Donc nous sommes allés au petit café pour prendre quelque chose à boire. Enfin, nous avons rentrés chez elle.

D’aller au cinéma est d’habitude de baucoup des Indonésiens à faire à la nuit du samedi.

MENYADARI KECEMASAN DALAM HIDUP


MENYADARI KECEMASAN DALAM HIDUP

Kecemasan tidak mungkin tidak ada dalam diri kita. Kecemasan disadari atau tidak selalu hadir dalam hidup ketika kita berinteraksi dan berelasi dengan diri sendiri, orang lain dan dunia sekitar kita. Sebenarnya apakah kecemasan itu?

Kecemasan (anxiety) dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (Badudu-Zain, 2001) diartikan sebagai kekuatiran, kegelisahan, ketakutan akan sesuatu yang akan terjadi. Itu juga berarti suatu perasaan takut, kuatir bahwa akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan.

Dalam Kamus Konseling (Drs. Sudarsono, SH, 1996), kecemasan (anxiety) didefinisikan sebagai keadaan emosi yang kronis dan kompleks dengan keterperangkapan dan rasa takut yang menonjol.Dalam konseling dikenal 3 (tiga) jenis kecemasan yang senantiasa ada dalam diri kita. Ketiga kecemasan itu adalah kecemasa alamiah (natural anxiety), kecemasan melumpuhkan (toxic anxiety)), dan kecemasan luhur (sacred anxiety).

Kecemasan Alamiah (natural anxiety)

Kecemasan alamiah (natural anxiety) merupakan kekuatiran yang spesifik, relaistik, masuk akal, dan berperan membawa pertolongan. Ia berkaitan dengan ketidakpastian alamiah di tengah kehidupan, ketidakpastian  tentang bagaimana sesuatu bakal terjadi. Ia juga merangkum konflik antara diri sendiri dengan dunia kehidupan. Di sinilah diri kita menghasilkan respon terhadap bahaya atau ancaman riil. Namun kecemasan alamiah tersebut merupakan hal yang wajar dan bisa diterima akal budi.

Kecemasan Melumpuhkan (toxic anxiety)

Kecemasan mmelumpuhkan (toxic anxiety) merupakan kekuatiran bersifat kabur, non-realistik, tak masuk akal, repetitif namun tak efektif. Ia merangkum konflik diri sendiri dengan diri sendiri. Ia bersumber dari afeksi bawah sadar yaitu keinginan, pikiran dan memori yang disupresikan. Ia pula bisa bersumber dari kecemasan alamiah dan luhur yang ditekan dan tidak diekspresikan. Kecemasan ini dapat meracuni dan melumpuhkan diri kita sehingga ia di sebut kecemasan toksik.

Kecemasan Luhur (sacred anxiety)

Kecemasan luhur (sacred anxiety) merupakan keprihatinan-keprihatinan  atau kegelisahan-kegelisahan akhirat tentang kematian dan makna serta tujuan kehidupan. Ia adalah hasil  interaksi rasionalitas sadar, afeksi bawah sadar dan rahmat Tuhan. Ia lahir dari ketidaktahuan eksistensial yang direpresentasikan oleh pertanyaan seperti: apa makna dan tujuan kehidupan, apa nasibku setelah kematian dan apakah ada Tuhan. Kecemasan ini merangkum konflik diri sendiri terhadap kehidupan. Ia bersifat terus menerus tapi hanya sekali waktu hadir dalam kehidupan.

Pertanyaannya krusialnya adalah apakah kecemasan alamiah harus diterima dan dihadapi atau justru dihindari?Sebagai manusia rasional kita seyogiyanya menerima dan menghadapinya seturut kemampuan manusiawi dan disertai permohonan bantuan rahmat Allah (orang beragama).

Jika kecemasan-kecemasan ini dihindari atau diabaikan, maka mereka bisa menjadi kekuatan destruktif yang melumpuhkan seluruh proses pembentukan diri kita.

Yang penting kalau kita mau untuk bertumbuh kembang secara utuh maka kita mesti membangun relasi yang baik dulu dengan diri kita sendiri, orang lain dan dunia kehidupan itu. Hal inilah amat membutuhkan komitmen, tanggung jawab dan disiplin yang tinggi.

(Sumber: Kamus Umum Bahasa Indonesia, Badudu-Zain, Sinar Harapan: 1996; Kamus Konseling Drs Sudarsono, 2001; dan bahan-bahan kuliah dosen Limas Sutanto di STFT Widya Sasana Malang) 

HUBUNGAN FILSAFAT DENGAN POLITIK DAN REALITAS SOSIAL


HUBUNGAN FILSAFAT DENGAN POLITIK DAN REALITAS SOSIAL HUBUNGAN FILSAFAT DAN POLITIK

Berfilsafat berarti bergulat dengan masalah-masalah dasar manusia dan membantu manusia untuk memecahkannya. Kenyataan ini tentu membawa filsafat pada pertanyaan-pertanyaan tentang tatanan masyarakat secara keseluruhan yang nota bene adalah juga bidang politik. Dan di situ biasanya filsafat muncul sebagai kritik.

Dalam usaha kritisnya ini, filsafat menuntut agar segala klaim atas hak untuk menata masyarakat dapat dipertanggungjawabkan dengan benar dan tidak membiarkan segala macam kekuasaan menjadi mapan begitu saja. 

FILSAFAT SEBAGAI KEBIJAKSANAAN DAN ANALISA KRITIS ATAS REALITAS SOSIAL Filsafat sebagai kebijaksanaan dan analisa kritis terhadap realitas sosial mempunyai peran sebagai berikut:

  • Filsafat bertugas mendandani dan mengembalikan karakter manusiawi kehidupan yang kerap dikotori oleh rupa-rupa manipulasi dari aneka pola pikir. Pemanipulasian ini dikarenakan oleh adanya keinginan untuk mempertahankan pola hidup yang dipandang sudah mapan.
  • Filsafat membela nilai-nilai manusiawi denga mengajukan cara-cara berpikir rasional dan mendalam serta mengedepankan kemandirian dan tanggung jawab pribadi. Dengan kata lain, ia tidak tunduk pada kebenaran-kebenaran umum.
  • Filsafat mencerahkan budi manusia, melawan setiap bentuk kekerasan, main hakim sendiri dan kebrutalan. Sekaligus cerdik memaknai setiap perjalanan manusia seraya menaruh perhatian hormat pada pluralitas kehidupan bersama.
  • Filsafat membawa kita kepada suatu pemahaman dan pemahaman itu membawa kita kepada suatu tindakan yang lebih layak. Pemikiran kefilsafatan sering menjadi  pangkal terbaik untuk perbuatan yang positif.

ORANG BANYAK SALAH PAHAM


ORANG BANYAK SALAH PAHAM

 Jumat, 28 April 2006, Masa Paskah IIBacaan, Yohanes 6:1-15

============================================

Orang banyak datang berbondong-bondong mengikuti Yesus, karena mereka melihat mujizat-mujizat penyembuhan yang diadakanNya terhadap orang-orang sakit. Pada saat itu pula, Yesus mengadakan mujizat lagi yaitu menggandakan 5 (lima) roti dan 2 (dua) ikan untuk memberi makan sekitar 5000 orang.

Karena kekagumannya terhadap karya-karya Yesus, orang banyak hendak menjadikan Yesus sebagai raja seperti raja bangsa-bangsa pada umumnya. Namun Yesus tahu maksud mereka dan Ia menyingkir ke gunung seorang diri. Yesus tahu bahwa mereka salah paham melihat mujizat yang dibuatnya.

Orang banyak salah paham melihat dan memaknai karya mujizat Yesus. Mereka tidak tahu siapa dan apa visi-misiNya diutus ke dunia. Yesus tidak menghendaki karena karyaNya Dia dijadikan raja dunia, tetapi menghendaki agar Kehadiran Kerajaan Cinta Kasih yang diserahkan Bapa kepadaNya benar-benar terwujud di dunia ini.

Sekiranya saya pun ada dalam peristiwa mujizat Yesus, mungkin hal yang sama (salah paham) akan terjadi pada saya. Mengapa? Pada dasarnya manusia cenderung mengutamakan kebutuhan-kebutuhan duniaw tetapi lupa bahwa ada kebutuhan-kebutuhan spiritual dan adikodrati. Oleh karena itu manusia membutuhkan suatu masa menyendiri untuk mengadakan permenungan tentang makna dan tujuan kita hidup.

 Yesus sendiri seperti diberitakan dalam Kitab Suci  seringkali pergi menyendiri ke gunung untuk berdoa dan berkomunikasi dengan BapaNya di surga. Apakah kita sudah coba memaknai setiap peristiwa hidup kita? Apakah kita hanya memikirkan harta dunia belaka? AMIN (pormadi). 

CELUI QUI ÉCRIT, LIT DEUX FOIS


CELUI QUI ÉCRIT, LIT DEUX FOIS

Est-ce que vous jamais entendez parler de cette locution? ‘Celui qui écrit, lit deux fois’ est une locution Latine. On dit en Latin, “qui scribit, bis legit” Autrement dit si on écrit quelque chose a propos de vie, on la lit deux fois. Pour example, dans la classe ou à la maison, si l’on écrit une page du livre ou de la leçon, on a lit deux fois.

Je pense que cette locution est une bonne idée pour améliorer nos capacité de parler une langue, comme français, anglais, chinois, etc. Si nous voulons l’essayer, nous pourrons avoir du succès. Est-ce que vous êtes d’accord?