Blog Dapat Membangun Generasi Baru Indonesia


http://www.kompas. co.id/portal/ infotekno/ view.cfm? p=2007.10. 29122712
============ ========

Blog Dapat Membangun Generasi Baru Indonesia

Blog dapat membangun generasi baru Indonesia yang punya karakter suka berbagi, bertanggung jawab, sportif, dan terbuka. Kultur para blogger memungkin hal itu terwujud. Demikian antara lain harapan yang muncul dalam Pesta Blogger 2007 yang digelar di Jakarta, Sabtu, pekan lalu.

Chairman Pesta Blogger 2007 Enda Nasution dan blogger Budi Putra mengatakan, pengguna blog atau blogger di Indonesia datang dari latar belakang yang beragam namun punya sejumlah kesamaan, antara lain sadar teknologi, punya kemauan belajar, suka berpendapat, berbagi, dan mengeritik.

“Blogger di Indoensia begitu beragam, laki dan perempuan, umumnya orang muda tetapi ada yang masih duduk di bangku SMP serta ada pula yang sudah tua seperti Profesor Iwan (Darmansjah, seorang pakar farmakologi yang sudah berusia 76 tahun). Kesamaan mereka antara lain sadar teknologi, ingin belajar, dan ingin bicara,” kata Enda.

Budi Putra yang mantan wartawan, lalu memutuskan untuk jadi blogger profesional menambahkan, para blogger punya kebiasaan suka mengeritik, memberi tanggapan jika dikeritik, serta suka berbagi.

Karena adanya kultur itu dalam nge-blog, tidak berlebihan jika Pesta Blogger 2007 yang mengusung tema “Suara Baru Indonesia”, mencuatkan harapan akan lahirnya generasi baru Indonesia yang punya karakter suka berbagi, sportif, terbuka, dan bertanggung jawab.

Lebih lanjut Budi mengatakan, content atau isi menjadi daya tarik
sebuah blog. Blog dengan isi yang tidak menarik tidak akan
diperhatikan orang. “Masa depan blog itu di content, pertarunganna di situ,” katanya.

Menurut dia, blog yang menarik adalah yang punya perhatian khusus terhadap sesuatu hal atau topik. “Jadi kalau orang ingin mengetahui tentang topik tertentu seperti tentang musik jaz misalnya, orang tahu, oh itu ada di blog ini,” katanya.

Saat ini sedikitnya ada 130.000 blog di Indonesia. Namun yang digarap secara serius tidak banyak, kebanyakan merupakan blog yang bersifat personal.(AEGI)

13 Rules for Effective Communication


13 Rules for Effective Communication

From the book “Let Love Change Your Life” by Roger and Becky Tirabassi.

1. Don’t Use the Words Never and Always
These words are used when you are frustrated or irritated, but they cause the other person to feel unfairly accused. When you use these words, you are usually exaggerating and not communicating precisely. Using the words never and always may communicate your frustration, but will hurt the other person by creating defensiveness.

2. Don’t Blame, Shame, or Call Names
When you feel frustrated, hurt, or angry, you are tempted to strike back. You want the other person to feel what you are feeling. If you can blame or shame the other person, you think you will achieve a degree of satisfaction. But blaming and shaming statements cause both parties to feel miserable and will ultimately hurt the relationship.

3. Use “I” Statements Rather Than “You” Statements
It is much easier to hear someone say, “I’m feeling frustrated,” than to hear him or her say, “You frustrate me!” “You” statements cause people to feel blamed or accused. They can no longer listen with empathy because their attention is focused on defending themselves. Therefore, “you” statements are counterproductive to healthy, effective communication efforts.

4. Say, “I am Hurt,” Rather Than, “I Am Angry or Mad”
To increase your intimacy and decrease your aggression, you will want to reduce the number of times you use the words angry and mad. After you have been hurt in some way or another, it is a natural reaction to become angry. But more often than not, your hurt is your primary or root emotion. To communicate most effectively, you will want to express that root emotion. When you become frustrated, irritated, jealous, or hurt in some way, share those feelings rather than say that you are angry. When hurt is expressed, it leads to healing. But anger begets anger! Therefore, it is best to share your hurt rather than your anger.

5. Take a Time-Out
If you become angry to the point of losing control or teetering on the edge of saying something purposely hurtful, we recommend that you call for a time-out. This technique protects your relationship from deteriorating further.

6. Don’t Withdraw or Isolate
When you withdraw or isolate, you hurt the other person. You create a situation where the other person feels ignored, cut off, or abandoned. Withdrawing can be perceived as a way to punish the other person. If you need to withdraw to stay in control of yourself, take a time-out.

7. Repeat to the Person What He or She Said to You Before You Share Your Thoughts, Feelings, or Possible Solutions
This process involves intentionally listening for the thoughts and feelings of your partner and then repeating them before sharing your thoughts and feelings. Acknowledging what the other person has shared is essential. First, it lets the other person know that you are listening intently, and he or she feels cared for. Second, it provides a way to check on the accuracy of what you heard. It keeps communication clear.

8. Don’t Interrupt
Give the other person a chance to share. Interrupt only if you need to ask a question to better understand what is being said. It is especially difficult not to interrupt when you hear your partner saying things that hurt you. Your natural tendency is to defend yourself. You may need to bite your tongue to keep from interrupting during these times, but forgo the temptation. You will need to tell yourself that you, too, will get a chance to share your feelings and thoughts, but you must wait until the other person is finished.

9. Don’t Demand
Rather than demand, ask! Demanding usually results in the other person’s feeling controlled. Since most of us felt controlled by our parents as children, we don’t respond well to demands. Demands can send shivers up our spines or even worse! It is much more effective to ask a question of the other person than to make demands. For example, ask, “Do you think you could.?” or “Would you be willing to.?”

10. Use the Phrase “I Would Like.” Rather Than “I Need”
Rather than say, “I need you to listen to me!” say, “I would like it very much if you would listen to me.” To say, “I need,” is to sound more demanding of a person. Though you may have a legitimate need, it is still better to communicate with a statement of desire.

11. Don’t Use Threats
Threats can be detrimental to your relationship. You will have an instinctive tendency to use them when you feel hopeless, frustrated, or backed into a corner. Nevertheless, avoid threats at all costs. Call for a time-out, bite your tongue, but don’t use threats. Threats are identified by the key word if:
· “If you don’t stop nagging, I’ll.”
· “If you ever do that again, I’ll.”
Threats should be considered extreme measures that don’t solve conflicts.

12. Be Affirming
Thank the other person for listening intently. But be sincere! Work very hard at keeping your communication positive. Even when you disagree with what your partner is sharing, you can still thank him or her for communicating thoughts and feelings. You can thank your partner for sticking with the conversation rather than isolating or withdrawing. Someone once told us, “It takes ten positives to balance out one negative,” and we have found this to be true. Force yourself to communicate in affirming ways.

13. Don’t Use the Statement “You Broke the Rule”
These rules are designed to protect your relationship. Be careful not to use them to beat up or criticize each other. Rather than say, “You broke a rule,” it is better to say something like this:
· “I felt hurt when you called me irresponsible.”
· “I felt belittled when you told me I wasn’t smart enough to understand that concept.”
· “I felt defensive when you told me that I never cared about anyone but myself.”
“You broke the rule” has way of shaming the other person because it is a “you” statement rather than an “I” statement. It would be better to say, “I would like us to work as hard as we can to follow our rules. I feel that it really hurts us when we don’t.”

Ikrar kaum muda Indonesia: SAATNYA KAUM MUDA MEMIMPIN


SAATNYA KAUM MUDA MEMIMPIN

Dalam rangka peringatan Hari Sumpah Pemuda yang diadakan di berbagai tempat di seluruh negeri, ada kegiatan yang mengandung arti sangat penting bagi seluruh bangsa Indonesia, yaitu diselenggarakannya Ikrar Kaum Muda Indonesia pada tanggal 28 Oktober 2007 di di Gedung Arsip Nasional, Jl. Gajah Mada, Jakarta Barat.

Dalam pertemuan yang mencerminkan tekad kaum muda Indonesia untuk bangkit dan berjuang mengakhiri sistem politik, ekonomi dan sosial yang dewasa ini mendatangkan kesengsaraan bagi sebagian terbesar rakyat kita, akan dikukuhkan bersama-sama ikrar yang selengkapnya sebagai berikut :

IKRAR KAUM MUDA INDONESIA

Indonesia lahir dari rahim perjuangan melawan ketidakadilan. Kalimat pertama Pembukaan UUD 1945 dengan tegas menyatakan, “bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. ” Dari zaman ke zaman kaum muda menyumbang tenaga, pikiran dan jiwa mereka untuk menegakkan cita-cita ini: bebas dari segala bentuk penjajahan, oleh asing pun bangsa sendiri.

Saat ini kita semakin jauh dari cita-cita mulia ini. Sistem ekonomi yang dipakai sekarang bertumpu pada rumus sederhana: kekayaan yang satu hanya mungkin didapat dari kesengsaraan yang lain. Kesetaraan dan keadilan yang pernah digariskan para pendiri bangsa sebagai landasan hidup bersama dianggap sebagai nyanyian usang dari masa lalu. Kekayaan alam habis dikuras meninggalkan kehancuran lingkungan yang tidak terbayar. Manusia Indonesia seperti dihantui kutuk sejarah :menjadi bangsa kuli dan kuli di antara bangsa-bangsa.

Reformasi politik 1998 yang mengganti kediktatoran Soeharto sempat memberi janji bahwa perubahan akan segera datang. Presiden demi presiden berganti, kabinet dibongkar-pasang namun keadaan tidak beranjak membaik. Justru krisis semakin membelit: kemiskinan dan pengangguran merajalela, komunalisme bangkit, kebencian etnik dan agama dikobarkan, di pusat dan daerah orang memperebutkan lembaga negara dan menjadikannya sumber akumulasi kekayaan. Korupsi memporak-poranda tatanan politik, tidak ada lagi adab dan nilai. Indonesia terancam hilang dari pergaulan dunia.

Dalam keadaan ini kaum muda kembali terpanggil untuk bangkit. Republik ini berdiri untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Inilah arah dan jalan keluar dari krisis kita sekarang. Dan menjadi tugas sejarah kaum muda untuk mewujudkan-nya.

Di dunia kini bergema slogan kekuasaan lama: sejarah sudah berakhir. Kaum muda Indonesia menolak jalan buntu ini. Zaman ini bukan akhir dari sejarah, tapi awal dari sejarah baru. Saatnya kaum muda dengan visi pembaruan berhimpun dalam pergerakan menghapus penjajahan dan menegakkan negara kesejahteraan.

Saatnya kaum muda memimpin..!

Jakarta, 28 Oktober 2007

* * * *

UNDANGAN TERBUKA

Bagi rekan-rekan kaum muda yang sudah muak, bosan dan geram terhadap manuver orang-orang lama/tua yang masih ngotot ingin terus berkuasa di negeri ini, silahkan hadir di acara IKRAR KAUM MUDA INDONESIA pada hari Minggu, 28 Oktober 2007 pukul 19.00 WIB di Gedung Arsip Nasional, Jl. Gajah Mada, Jakarta Barat, dengan tema sentral : “SAATNYA KAUM MUDA MEMIMPIN”

Acara ini digagas, (antara lain) oleh :

Sukardi Rinakit, Faisal Basri, Yudi Latif, Teten Masduki, Fadjroel Rachman, Effendi Gazali, Bima Arya, Chalid Muhamad, Romo Benny, Hilmar Farid, Ray Rangkuti, Franky Sahilatua, Romo Sandyawan, Agung Putri, Rieke Diah Pitaloka, Ivan A Hadar, Budi Tanuwibowo, dll.

Kenakan atasan warna putih dgn bawahan warna hitam.

Ayo, bergabunglah dalam barisan Pergerakan Kaum Muda Indonesia.

Untuk Indonesia yang berkeadilan, bermartabat dan sejahtera.

Paus: Jangan Gunakan Agama untuk Kekerasan


SUARA PEMBARUAN DAILY

Paus: Jangan Gunakan Agama untuk Kekerasan

[NAPOLI] Paus Benedictus XVI mengatakan, para pemimpin agama berikut pengikutnya sangat tidak dibenarkan membawa-bawa agamanya, apalagi nama Tuhan untuk melakukan kekerasan terhadap sesamanya. Para ayatollah, rabi, pastor/pendeta, dan kepala keluarga dari seluruh dunia tidak dibenarkan setiap kekerasan yang membawa-bawa nama agama.

“Agama seharusnya digunakan untuk perdamaian, seperti yang terjadi di Kota Napoli di mana penjahat membawa agamanya sebagai alat untuk perdamaian,” kata Paus yang hadir di Napoli, Italia tempat digelarnya Pertemuan Para Tokoh Agama untuk Dunia Tanpa Kekerasan.

Pemimpin tertinggi Katolik di dunia tersebut selama tiga hari bertemu dengan pemimpin agama dari seluruh dunia dalam upayanya untuk membebaskan dunia dari tindakan kekerasan. Paus mengatakan, Yahudi, Islam, Kristen, dan Budha adalah sama, mereka harus bersama-sama menciptakan kedamaian dan rekonsiliasi di antara manusia.

“Di dunia yang sarat akan konflik, di mana kekerasan terjadi dengan membawa nama Tuhan. Ini penting untuk diketahui oleh agama-agama, bahwa nama Tuhan tidak bisa dijadikan alat sehingga terjadi kekerasan. Sebaliknya, agama harus memberikan ajarannya yang berharga untuk menciptakan perdamaian di hati manusia,” kata Paus.

Din Syamsuddin

Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin yang hadir dalam pertemuan yang akan berlangsung hingga Rabu (24/10) ini mengatakan, kekerasan oleh negara jauh lebih berbahaya daripada kekerasan yang dilakukan atas nama agama.

“Kekerasan oleh negara biasanya lebih bersifat masif dan membunuh secara sistematis. Itulah yang terjadi di Irak dan Afghanistan akibat invasi adikuasa dunia dan sekutu-sekutunya,” demikian Din Syamsuddin dalam pidatonya, Senin (22/10).

Di hadapan sekitar 400 pemuka berbagai agama dari sejumlah negara, Din menyampaikan pidato berjudul “Kerja sama Agama-agama dalam Mewujudkan Dunia Tanpa Kekerasan”. Din, pada bagian lain pidatonya, menegaskan bahwa di dalam agama tidak ada akar bagi kekerasan.

“Agama-agama mengajarkan kasih sayang dan perdamaian. Maka kekerasan yang dilakukan atas nama agama, apalagi menghilangkan nyawa orang- orang yang tidak berdosa, merupakan penyimpangan dan penyalahgunaan agama,” kata Din Syamsuddin dalam siaran pers yang diterima SP, Selasa (23/10). [AP/MDM/ E-9]

Last modified: 23/10/07

Kelompok Muda Lintas-Iman Gelar Buka Puasa Bersama Untuk Meningkatkan Perdamaian, Kerukunan


Kelompok Muda Lintas-Iman Gelar Buka Puasa Bersama Untuk Meningkatkan Perdamaian, Kerukunan

            SLEMAN, DIY (UCAN) — Kaum muda dan orang-orang yang kurang beruntung berbaur pada acara buka puasa bersama yang digelar oleh dua kelompok kaum muda lintas-iman bersama sebuah Gereja Protestan.

            Pada 1 Oktober, sekitar 400 orang, termasuk anggota kelompok kaum muda itu, anak-anak jalanan, tukang parkir, dan tukang becak, memadati halaman Gereja Kristan Protestan (GKI) di Sleman, Yogyakarta, untuk acara tersebut.

           Buka puasa bersama itu dimulai setelah matahari terbenam, ketika kaum Muslim berbuka puasa selama bulan Ramadan. Selama bulan ini, yang dimulai pada 13 September di Indonesia, kaum Muslim tidak makan dan minum sejak matahari terbit hingga matahari terbenam.

            Jembatan Persahabatan (JP), sebuah organisasi kaum muda yang berbasis iman, dan Suluh Perdamaian (SP), sebuah forum dari kelompok-kelompok kaum muda dan sosial, menyelenggarakan acara buka bersama itu.

            Kedua kelompok itu, yang dibentuk sekitar setahun lalu di Yogyakarta, telah membantu para korban gempa di Yogyakarta dan bencana alam lainnya.

            “Di sini kami membuktikan bahwa kendati berbeda toh kami bisa duduk bersama,” kata Mulyono, koordinator JP dan SP, kepada peserta. “Perbedaan bukan menjadi penghalang bagi kami untuk bersaudara. Apa pun agamanya, tidak bisa dipungkiri, bahwa semua orang rindu dan butuh perdamaian.”

            Kiai Abdul Muhaimin adalah satu dari beberapa tokoh agama setempat yang juga menghadiri acara tersebut. Muhaimin adalah pembina kedua organisasi itu dan ketua Forum Persaudaraan Umat Beriman (FPUB) Yogyakarta.

            “Setahun lalu kami turut menyediakan lahan subur bagi benih perdamaian di kalangan kaum muda,” kata Muhaimin kepada UCA News di sela-sela acara itu. “Sekarang terbukti, benih perdamaian itu tumbuh dan mulai bertunas,” dan upaya kaum muda itu “menunjukkan bahwa apa yang dirintis FPUB berada di jalan yang benar.”

            Muhaimin ikut membentuk FPUB tahun 1997 setelah kerusuhan yang dipicu oleh konflik etnis, agama, ras, dan kelompok menyebar di Indonesia. Untuk membantu mencegah situasi serupa di Yogyakarta, sejumlah tokoh agama setempat sepakat untuk bertemu secara reguler dan berusaha menyebarkan semangat perdamaian yang berbasis iman dan persaudaraan sejati.

            Pendeta Paulus Lie dari GKI mengatakan kepada UCA News, GKI membantu organisasi kaum muda itu menyediakan makanan untuk buka puasa bersama itu. Setiap peserta mendapat sebuah nasi kotak dan segelas air mineral. “Saya harap acara ini bisa membantu siapa saja, terlebih kaum muda, untuk menjalin persahabatan dan kebersamaan di kalangan umat beragama,” katanya. Komisi Kepemudaan GKI, katanya, juga anggota dari kedua organisasi kaum muda lintas-iman itu.

            Abdurrohman, seorang pemuda Muslim berusia 26 tahun, mengatakan kepada UCA News bahwa ia menikmati acara khusus itu. “Saya merasa senang bisa bertemu banyak orang muda dari berbagai agama,” katanya. “Ini yang senantiasa dipesan oleh orang tua saya, agar punya banyak teman.”

            Theresia Sri Widowati, seorang pemudi Katolik berusia 23 tahun, mengatakan kepada UCA News bahwa acara itu merupakan kesempatan yang baik bagi kaum muda dari berbagai agama untuk bertemu. “Kalau acara-acara yang mampu mengundang dan merekatkan tali persahabatan dan persaudaraan di kalangan kaum muda seperti ini sering diadakan, saya kira tidak mustahil perdamaian bisa tercipta,” katanya.

            Acara yang berlangsung selama tiga jam itu dimulai dengan pertunjukan musik Islami yang dibawakan oleh dua kelompok yang menyanyikan lagu-lagu dalam bahasa Arab.

            Anggota JP antara lain Pemuda Katolik, Pemuda Kristen, Pemuda Hindu, Pemuda Muhammadiyah, dan Pemuda Ansor.

            Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) dan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) juga anggota kedua organisasi tersebut.

-END

sumber:

http://mirifica.net/wmview.php?ArtID=4428