DEKLARASI ORANG MUDA KATOLIK INDONESIA PADA INDONESIAN YOUTH DAY 2012


Kami Orang Muda Katolik Indonesia telah melaksanakan Indonesian Youth Day yang pertama kali dalam sejarah Gereja Katolik Indonesia. IYD pertama berlangsung di Sanggau Kalimantan Barat, pada tanggal 20—26 Oktober 2012, dihadiri oleh 1.914 OMK dan pendampingnya dari 35 keuskupan di Indonesia dan satu keuskupan dari Malaysia. Kami mengalami tahap-tahap kegiatan yang menggembirakan, memperdalam dan menantang penghayatan iman kami dengan diterangi oleh tema ”Berakar dan Dibangun dalam Yesus Kristus, Berteguh dalam Iman” (Kol 2:7), serta subtema ”Makin Beriman, Makin Mengindonesia”.

Sepanjang masa persiapan serta pelaksanaan IYD, kami memperoleh pencerahan dalam semangat iman sebagai Orang Muda Katolik. Perjumpaan dengan Orang Muda Katolik seluruh Indonesia, berbagi pengalaman bersama umat dan masyarakat setempat, terbukti mempererat persaudaraan serta memperdalam iman dan rasa syukur kami. Kami bersyukur menjadi Orang Muda Katolik yang dilahirkan di kawasan Nusantara, suatu kawasan yang dianugerahi Tuhan dengan kekayaan alam dan aneka suku bangsa, dengan budaya yang luhur dan beraneka ragam.

Dari pengalaman iman yang kami peroleh selama IYD 2012 ini, kami berkehendak untuk berani mempertahankan dan mengembangkan nilai Kekatolikan yang mewujud dalam semangat cinta yang besar pada bangsa kami Indonesia.

Setelah merefleksikan proses pelaksanaan IYD 2012, kami meyakini bahwa:

1. Kami OMK Indonesia, adalah pembawa harapan, pelaku perdamaian dan keadilan, yang dipanggil untuk bertindak aktif tanpa kekerasan, menjadi agen perubahan bangsa ke arah yang makin bermartabat.

2. Kami OMK Indonesia, mau menanggapi panggilan Tuhan dengan sikap jujur, menjaga kemurnian dalam hal kesusilaan, serta aktif berperanserta dalam usaha mewujudkan suasana yang damai tanpa kekerasan.

3. Kami OMK Indonesia, mau mendidik diri menjadi orang yang merefleksikan setiap tantangan hidup dengan terang iman Gereja yang Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik.

4. Kami OMK Indonesia, mencintai dan menghayati iman, ajaran serta Tradisi Gereja Katolik dalam kesatuan yang penuh kasih dengan para bapa uskup dan bapa suci.

5. Kami OMK Indonesia, berani menunjukkan jati diri kekatolikan sebagai salah satu ciri khas kami, sebagai bagian dari kebhinekaan Indonesia.

6. Kami OMK Indonesia, menjunjung tinggi nilai-nilai budaya dan kearifan lokal yang telah membesarkan kami serta yang selalu memperkuat jari diri kami sebagai bangsa Indonesia.

7. Kami OMK Indonesia, mau bersaudara dengan semua orang, serta mau meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan berdialog, khususnya dalam bekerjasama dengan sesama orang muda yang berkepercayaan dan beragama lain demi peningkatkan mutu hidup bersama.

8. Kami OMK Indonesia mau merasul dengan mengembangkan kemampuan diri di bidang pengembangan ekonomi dan pengembangan hidup sosial kemasyarakatan yang bermartabat serta dalam usaha perbaikan lingkungan hidup.

9. Kami OMK Indonesia, menyepakati bahwa perjumpaan Indonesian Youth Day, dilanjutkan secara berkala sebagai bagian dari pembinaan yang berjenjang dan berkelanjutan.

Demikianlah kami mewartakan pernyataan ini, sebagai ungkapan syukur atas Indonesian Youth Day 2012 yang terbukti telah memantapkan persaudaraan dan panggilan perutusan kami sebagai OMK Indonesia. Kami OMK Indonesia, selalu berakar dalam Kristus, berteguh dalam iman dan bertekad bulat menjadi seratus persen Katolik, seratus persen Indonesia.

Sanggau, 26 Oktober 2012
OMK INDONESIA
(Fb IYD)

Atas Nama Agama


Azyumardi Azra

Anarkisme dan terorisme atas nama agama merupakan salah satu gejala sosio-religius paling menonjol sejak awal milenium 21. Gejala ini terus berlanjut di berbagai bagian dunia, khususnya di negeri semacam Afganistan, Irak, Pakistan, dan—sayangnya—juga di Indonesia.

Di negara kita, ketika terorisme kelihatan kian berhasil diatasi aparat kepolisian, anarkisme atas nama agama cenderung terus bertahan, yang sewaktu-waktu menampilkan diri dalam skala mengkhawatirkan.

Namun, gejala mengkhawatirkan itu kini terlihat berhadapan dengan gejala lain, yaitu bahwa masyarakat Indonesia yang cinta damai tampaknya tidak bisa lagi menerima aksi kekerasan. Hal ini terlihat, misalnya, dari penolakan masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah atas kedatangan sejumlah petinggi Front Pembela Islam (FPI) di Bandara Tjilik Riwut, Palangkaraya, 11 Februari. FPI yang tidak menerima kejadian yang tidak menyenangkan bagi mereka segera melaporkan Gubernur Kalteng dan Kapolda Kalteng serta dua pimpinan komunitas Dayak kepada pihak kepolisian.

Peristiwa Palangkaraya itu kelihatan menjadi titik katalis penolakan terhadap anarkisme yang kerap dilakukan FPI. Ini terlihat dari aksi kalangan masyarakat bertema ”Indonesia Tanpa FPI” di Bundaran HI, Jakarta, 14 Februari, yang kemudian disusul pernyataan para pimpinan NU, Muhammadiyah, Ansor, dan Pemuda Muhammadiyah yang menolak anarkisme FPI. Mereka beserta pejabat tinggi—mulai dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sampai Menko Polhukam Djoko Suyanto—mengimbau agar FPI melakukan introspeksi.

Hemat penulis, imbauan pimpinan ormas Islam dan pejabat tinggi yang juga Muslim, dari perspektif Islam, seyogianya dipandang pimpinan dan massa FPI sebagai taushiyyah bi al-haq, pesan kebenaran sesama Muslim. Sikap terbaik yang bisa diambil FPI adalah merenungkannya dengan kepala dingin sembari bermuhasabah atau introspeksi diri, yang juga sangat ditekankan Islam.

Agama terlihat jahat

Mengapa harus ada kekerasan atas nama agama? Para pemimpin FPI biasanya menyatakan, aksi kekerasan adalah bagian dari dakwah nahi mungkar, mencegah masyarakat dari kemungkaran dan maksiat. Dalam pemahaman FPI, ormas-ormas Islam lain dalam menghadapi kemungkaran lebih terpaku pada amar makruf, menyeru kepada kebaikan yang sering tidak efektif. Bagi FPI, nahi mungkar paling efektif dilakukan dengan menggunakan yad, ”tangan” atau kekuatan.

Lebih jauh FPI berargumen, mereka ”terpaksa” menggunakan ”tangan” karena menurut mereka aparat kepolisian tidak peduli dan gagal memberantas maksiat, semacam judi dan pelacuran, yang kian merajalela. Atau, bahwa pemerintah tidak tegas atau gagal membubarkan komunitas agama, semacam Ahmadiyah, yang dalam pandangan mereka menyimpang dari Islam. Oleh karena itu, bagi FPI tidak ada jalan lain kecuali menyelesaikan berbagai masalah tersebut dengan ”tangan” mereka sendiri.

Tujuan yang ingin dicapai FPI boleh jadi sah dalam pemahaman Islam tertentu. Akan tetapi, jumhur (mayoritas) ulama menolak penggunaan yad yang dalam praktiknya sering terwujud dalam kekerasan.

Bagi para ulama otoritatif, umumnya, dakwah sebagai upaya menyeru kepada kebajikan dan mencegah atau memberantas kemungkaran harus berdasarkan pada hikmah (kebijakan), maw’izah hasanah (pelajaran yang baik), dan mujadalah (diskusi dan perdebatan yang beradab), seperti digariskan Al Quran, Surat 16 al-Nahl, ayat 125.

Jika tidak berdasarkan ketiga prinsip ini dan sebaliknya lebih menekankan kekuatan, meminjam kerangka Charles Kimball (When Religion Becomes Evil, 2003), Islam bisa terlihat ”jahat” dan menakutkan bagi banyak orang, termasuk mayoritas umat Islam sendiri. Kimball dengan mengangkat pengalaman Yudaisme, Kristianitas, dan Islam sepanjang sejarah mengingatkan, setiap agama ini dapat mengalami kerusakan dan menakutkan ketika di kalangan penganutnya ada lima gejala dan pertanda berikut.

Pertama, klaim kebenaran absolut oleh individu dan kelompok bahwa pemahamannya sendiri paling benar dan mereka saja yang punya akses kepada kebenaran.

Kedua, penetapan waktu sekarang sebagai paling pas bagi individu atau kelompok yang mengklaim memiliki restu Tuhan untuk mengakhiri segala kemungkaran.

Ketiga, taklid buta pada pemahaman, ketentuan praktik keagamaan, dan komando tertentu.

Keempat, menghalalkan cara apa pun untuk melakukan perubahan yang diyakini diperintahkan Tuhan.
Kelima, pemakluman holy war (jihad) terhadap individu atau kelompok yang dianggap ”menyimpang” dari agamanya sendiri atau untuk menyucikan dunia dari kemungkaran.

Adanya kelima gejala itu di lingkungan ketiga agama tadi pastilah tak representatif mewakili agama-agama tersebut. Namun, jelas gejala itu sedikit banyak memberikan kontribusi bagi adanya prisma citra negatif bagi agama bersangkutan.

Penanganan komprehensif

Anarkisme atas nama agama tidak berdiri sendiri. Meski pemahaman keagamaan seperti di atas terbukti membawa ke dalam kekerasan, ada faktor-faktor lain yang membuat kekerasan atas nama agama menjadi lebih mudah terwujud dan bahkan meningkat dari waktu ke waktu.

Salah satu faktor pokok adalah lemahnya penegakan hukum di Tanah Air dalam disorientasi kebebasan masyarakat, berbarengan dengan penerapan demokrasi. Eksplosi kebebasan terbukti tidak disertai peningkatan kapasitas aparat kepolisian untuk menjamin tegaknya penghormatan kepada hukum, ketertiban dan keadaban secara tegas, berkesinambungan, dan konsisten.

Disorientasi, fragmentasi, dan kontestasi politik di kalangan para pejabat tinggi untuk mendapat simpati massa membuat mereka tidak jarang mengirim pesan keliru kepada publik. Ini terlihat, misalnya, kecenderungan kalangan pejabat tinggi untuk lebih bersikap akomodatif dan kompromistis terhadap ormas anarkistis. Sikap seperti ini pada gilirannya membuatnya merasa ”di atas angin” dan seolah memiliki kekebalan (impunity) di depan hukum.

Mempertimbangkan berbagai faktor itu, perlu dilakukan penanganan komprehensif sejak dari reorientasi pemahaman keislaman dan praksis dakwah yang lebih dapat diterima publik secara keseluruhan, penguatan penegakan hukum, sampai pada peneguhan sikap para pejabat publik untuk tidak permisif terhadap anarkisme. Jika tidak, bukan tidak mungkin anarkisme atas nama agama terus berkelanjutan.

Azyumardi Azra Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Anggota Council on Faith, World Economic Forum, Davos

Sumber: Kompas, Sabtu, 25 Februari 2012

Waspadalah! Inilah sekte anti-Kristen menggunakan nama ‘Gereja’


Berbagai cara dilakukan kelompok-kelompok anti-Kristen untuk menjatuhkan Kekristenan. Selain dengan menantang langsung Kekristenan, mereka juga menyerang dengan memasukkan hal-hal yang memiliki nilai-nilai Kekristenan.

Salah satunya adalah dengan menyalahgunakan kata ‘Gereja’ yang dipelintir sebagai bagian dari penyesatan mereka.

Kata ‘Gereja’ yang secara umum berarti tempat berkumpulnya orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus, kini seolah mudah untuk dikaitkan dengan berbagai hal, meski itu berlawanan dengan makna sejati dari ‘Gereja’ itu sendiri.

Dengan tujuan utama untuk membingungkan dan menyesatkan umat Kristen dan orang-orang yang belum mengenal Kristen secara jelas. Berbagai alasan diajukan untuk membela dan mengesahkan usaha penyesatan mereka, diantaranya untuk menjatuhkan, menjelekkan dan menertawakan Kekristenan yang mereka nilai terlalu kolot. Selain juga dengan alasan untuk mengekspresikan perlawanan mereka terhadap gereja dan Kristen dan ajang parodi yang mencari perhatian.

Berikut adalah sebagian kecil daftar agama-agama dan kepercayaan-kepercayaan baru, yang menjadikan kata ‘Gereja’ sebagai bagian dalam agama dan kepercayaan mereka, baik agama dan kepercayaan yang nyata maupun parodi (fiksi). Walau dinilai berlawanan dengan Kekristenan, jutaan orang telah mengikuti ajaran-ajaran sesat ini. Diantaranya adalah:

Landover Baptist Church (Gereja Baptis Landover), sebuah gereja parodi dari kaum atheis dan agnostik di Amerika Serikat yang bertujuan untuk menyinggung umat Kristen Fundamental (Gereja Baptis dan Gereja Injili) yang mereka anggap tertutup dengan dunia luar. Gereja fiksi yang memiliki situs resmi ini, dijadikan sarana mengejek dan menjatuhkan nilai-nilai Kekristenan oleh kaum anti-Kristen. Mayoritas ejekan mereka tidak memiliki dasar yang kuat.

The Church of the Flying Spaghetti Monster (Gereja Pastafarian), sebuah agama parodi dari kelompok atheis tentang gereja yang melawan adanya teori penciptaan dari Alkitab, dimaksudkan untuk menyinggung gereja yang teguh membela asal mula dunia yang diawali dengan Penciptaan oleh Allah, yang bagi kelompok pastafarian, telah melawan ke’atheis’an mereka. Agama parodi ini telah diakui sebagai agama resmi di beberapa negara di Eropa seperti di Swedia, Jerman dan Swiss.

Missionary Church of Kopimism (Gereja Kopimisme), adalah kepercayaan bahwa meng’copy’ dan ‘paste’kan sebuah infomasi adalah hal yang suci. Kepercayaan ini diakui oleh pemerintah Swedia pada 5 Januari 2012.

The Church of SubGenius (Gereja SubGenius), adalah agama parodi yang telah diikuti ratusan ribu orang. Agama parodi ini digambarkan sebagai sebuah gereja sangat terbuka dengan nilai-nilai sekuler, budaya pop, agama-agama zaman-baru, teori-teori konspirasi, trend psikologi masa kini serta teknik-teknik motivasi dan trik-trik dalam bisnis penjualan. Agama parodi ini memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan sekularisme Amerika Serikat dan telah menjadi inspirasi bagi beberapa penulis buku, pelukis dan penyanyi rock dan pop terkenal.

The First Church of the Last Laught (Gereja Pertama dari Tawa Akhir), adalah gereja jadi-jadian yang dibuat untuk menertawakan Kekristenan selama perayaan Festival Parade Saint Stupid di San Fransisco, AS.

The Church of Aphrodite (Gereja Aprodite), adalah agama paganisme yang memuliakan cinta diatas segalanya. Agama yang terinspirasi dari sejarah Yunani kuno yang bercampur dengan ritual Druid, Mesir kuno, kepercayaan Roma, Santeria, Vodoo, agama pribumi Indian, Hinduisme dan Budhaisme ini memiliki ritual hidup bebas dengan motto ‘Cinta yang Bebas’.

The Church of Scientology (Gereja Scientology), adalah kepercayaan terhadap pengajaran seorang makhluk luar angkasa bernama Xenu, yang memperkenalkan dirinya sebaga penguasa luar angkasa yang merupakan bagian dari ‘Konfederasi Galaktik’. Kepercayaan ini menjadi populer setelah beberapa bintang film terkenal dan penyanyi terkenal menjadi anggota dari kepercayaan ini. Salah satunya adalah Tom Cruise.

Church of All Worlds (Gereja Seluruh Dunia), adalah kepercayaan pantheisme akan tuhan yang berasal dari bumi, kepercayaan ini bertujuan untuk menghormati ayah dan ibu pertiwi (Gaia) yang dihancurkan oleh manusia. Mereka juga menyembah dewa-dewi dari kepercayaan Yunani kuno. Salah satu pengaruh mereka dapat terlihat dari Sekolah Penyihir Grey yang menjadi inspirasi dari Sekolah Penyihir Hogwarts-nya seri Harry Potter.

Moorish Orhodox Church (Gereja Orthodox Moorish), sebuah kepercayaan yang dibuat kelompok Afrika-Asia asal Amerika Serikat yang menggabungkan ritual ibadah mereka dari Budha, Hindu, Freemason, Gnostik, Islam, Kristen dan Taoisme. Sedang intitut penelitian Islam Kristen mereka disebut Moorish Science Institute.

First Arachnid Church (Gereja Arachnid), adalah kepercayaan sekelompok orang di Amerika terhadap laba-laba. Mereka menganggap laba-laba memiliki kekuatan yang sama seperti Tuhan, salah satu bentuk kepercayaan mereka yang diekspos media adalah Spiderman.

Iglesia Maradoniana (Gereja Maradona), adalah sebuah perkumpulan penggemar dari pemain bola kaki terkenal asal Argentina, Diego Armando Maradona. Mereka mengadakan ritual yang menyembah Maradona dengan menggunakan ‘Salam Maradona’ serta mengikuti 10 Perintah Utama Maradonian.The Church of Oprahnism (Gereja Oprah), adalah kepercayaan bagi orang-orang yang mengikuti keyakinan baru Oprah Winfrey, seorang pembawa acara terkenal yang memasukkan nilai-nilai pemikiran dari Zaman Baru dan memperkenalkan dirinya sebagai orang yang mempunyai kendali yang bebas terhadap dunia, terlepas dari Tuhan.

Church of Satan (Gereja Setan), adalah kepercayaan dan pemujaan terhadap setan yang dinilai harus dipuji melebihi Tuhan. Kepercayaan yang lahir dari Amerika Serikat ini menjadi dalang dari ribuan kasus pembunuhan brutal bayi-bayi dan orang-orang yang menjadi korban ritual berdarah mereka.

The Church of Euthanasia (Gereja Euthanasia),adalah sebuah organisasi politik yang mengaku ingin memulihkan kondisi dunia dengan menyeimbangkan antara manusia dan spesies lainnya di bumi yang salah satunya dengan mengajak orang lain agar membunuh siapa saja yang dianggap tidak berguna, termasuk mendukung tindakan aborsi, hukuman mati, bunuh diri, kanibalisme dan sodomi.

Selain agama dan kepercayaan diatas, beberapa yang terkenal lainnya seperti: Aryan Nations Church (Gereja Arya), Branch Davidian (Gereja Davidian), Free Primitive Church (Gereja Orang Primitif), The Church of the Garbage Eaters (Gereja untuk Orang-Orang Pemakan Sampah), Celestial Church of Christ (Gereja Semesta), The God Salvation Church of Earth vFlying Saucer (Gereja Piring Terbang), Covenant of Unitarian Universalist (Gereja Unitarian Universal), Unification Church (Gereja Unifikasi) dan ratusan agama sesat dan aneh lainnya, telah menggunakan kata ‘Gereja’ sebagai bagian dari usaha penyesatan mereka.

Diharapkan dengan mengetahui adanya penyalahgunaan ini, Umat Kristen dapat lebih sigap dan tegas melihat kuatnya arus penyesatan yang dilakukan anti-Kristus, yang salah satunya menggunakan topeng-topeng yang dicuri dari nilai-nilai Kristen. (TimPPGI)

link sumberhttp://www.cathnewsindonesia.com/2012/01/16/waspadalah-inilah-sekte-anti-kristen-menggunakan-nama-gereja/

Masa Depan Demokrasi Kita


leh Franz Magnis-Suseno, SJ.

Tiga belas tahun lalu Presiden Habibie—hanya seminggu sesudah ia diangkat—dengan berani membuka keran demokrasi. Setengah tahun kemudian, Sidang Istimewa MPR mengangkat hak-hak asasi manusia ke tingkat konstitusional. Pada 1999, Indonesia melakukan pemilihan umum bebas pertama sejak 1955. MPR pilihan 1999 itu lalu mengamandemen UUD 1945 untuk mengamankan demokrasi di Indonesia pasca-Orde Baru.

Belum pernah dalam sejarah Indonesia terdapat konsensus sedemikian luas bahwa Indonesia harus betul-betul demokratis. Sampai sekarang belum ada satu kelompok sosial politik berarti yang menolak demokrasi. Konsensus itu dibenarkan dalam keberhasilan pelaksanaan dua pemilu: 2004 dan 2009.

Kecewa

Namun, antusiasme semula sekarang menguap. Kekecewaan mendalam, bahkan rasa putus asa, semakin mengambil alih. Otonomi daerah ternyata menghasilkan otonomisasi korupsi. Pilkada bisa menjadi sumbu konflik etnis dan agama.

Perekonomian meski pada hakikatnya tangguh, tidak mencapai kapasitas yang sebenarnya: mungkin dihambat oleh pengabaian ekonomi rakyat, kerapuhan infrastruktur, dan hambatan-hambatan dari birokrasi yang korup.

Hak-hak asasi manusia yang menjadi dasar harkat etis demokrasi masih tetap banyak diabaikan. Di daerah-daerah yang jauh, kekerasan aparat terhadap rakyat masih terjadi.Yang amat mengkhawatirkan: negara semakin gagal menjamin kebebasan beragama dan beribadah minoritas-minoritas. Kecaman elite terhadap kekerasan atas nama agama tinggal verbal.

Di basis intoleransi, bahkan kebencian terhadap mereka yang berbeda meluas. Kelompok-kelompok yang ajarannya dicap sesat oleh mayoritas diancam dengan kekerasan dan—malu-malu!—tidak dilindungi oleh negara. Pengaruh ekstremisme eksklusivis dibiarkan meluas. Bahwa dalam negara hukum, pemerintah pusat tidak mampu menjamin bahwa keputusan Mahkamah Agung mengenai hak beribadat dilaksanakan (Gereja Yasmin di Bogor) adalah mengkhawatirkan dan memalukan.

Yang paling serius adalah politik duit di kelas politik. Sindiran miring bahwa sila pertama sudah diubah menjadi ”keuangan yang maha esa” mencerminkan persepsi masyarakat tentang para politisi. Persepsi ini—kalau tetap—akan menghancurkan demokrasi—dan negara Pancasila—kita.Kelas politik dipersepsi kongkalikong dalam sebuah konspirasi untuk merampas kekayaan bangsa. Seakan-akan negara sudah jatuh ke tangan sebuah mafia. Korupsi yang muncul di Kementerian Keuangan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta Kementerian Pemuda dan Olahraga dalam masyarakat dipersepsi sebagai hanya puncak gunung es. Sistem yudikatif dan aparat kepolisian dianggap korup.

Paling gawat adalah jatuhnya harkat moral Dewan Perwakilan Rakyat di mata rakyat yang seharusnya diwakili. Di sini urat nadi demokrasi kena. Kemalasan mencolok para anggota DPR, jumlah mereka yang terlibat dalam perkara korupsi, fakta bahwa wakil rakyat menjadi calo proyek, reaksi marah waktu KPK mulai meneliti mafia Panitia Anggaran Negara, kenyataan bahwa pembuktian positif asal usul kekayaan tidak mau diperundangkan, usaha mencolok untuk memperlemah KPK (yang kalau mereka korup memang masuk akal): semua itu memberi kesan bahwa tempat tepat DPR bukan di Senayan, melainkan di Salemba dan Cipinang.

Pada saat yang sama, kepemimpinan nasional kelihatan tidak mau atau tidak mampu mengambil tindakan-tindakan yang diharapkan.

Pada 1955 pernah ada situasi yang mirip. Pemilu tahun itu berhasil, tetapi tidak berhasil mengatasi masalah-masalah yang dihadapi bangsa Indonesia waktu itu. Akhirnya, empat tahun kemudian, Presiden Soekarno mengakhiri demokrasi pertama Indonesia itu, menyatakan diri ”Pemimpin Besar Revolusi” (Pembesrev), dan menempatkan bangsa Indonesia ke suatu jalur dinamika politik yang menghasilkan tragedi nasional teramat mengerikan pada 1965 serta 32 tahun pemerintahan Orde Baru.

Belajar demokrasi dengan berdemokrasiAda bisik-bisik bahwa satu-satunya jalan keluar dari segala kebusukan itu adalah sebuah revolusi. Lalu, perlu dibentuk pemerintahan sementara, diadakan perubahan konstitusional, akhirnya pemilihan umum.

Namun, apa mereka tahu apa yang mereka bisikkan? Yang mungkin di Indonesia bukan sebuah revolusi, melainkan kerusuhan. Siapa yang berwenang memegang pemerintahan sementara? Apa kita mau militer berkuasa kembali? Atau pemerintahan seorang strongman? Apa kita ingin suatu situasi seperti sekarang di Mesir?

Melawan khayalan-khayalan macam itu kiranya perlu disadari bahwa pemecahan-pemecahan mendadak paksa-paksa bukan jalan keluar. Demokrasi hanya dapat dipelajari dengan berdemokrasi dan, untuk itu, kita harus bertolak dari apa yang sudah tercapai dalam 13 tahun terakhir.

Hanya dengan maju di jalan demokratis yang digariskan oleh reformasi, bangsa Indonesia yang majemuk dapat menjadi kukuh bersatu, maju ke arah kesejahteraan yang adil dengan menjamin harkat kemanusiaan segenap warga.

Tak ada alternatif terhadap langkah-langkah kecil korektif. Perbaiki sistem kepartaian! Akhiri sistem kampanye yang memaksakan calon politisi untuk mencari duit miliaran! Perkuat posisi Presiden— kalau kita tetap mempertahankan sistem presidensial—tanpa memperlemah unsur- unsur demokratis! Jalankan reformasi-reformasi, misalnya menyangkut pilkada!

Memang kita tidak boleh putus asa. Dari DPR sekarang kita tagih sisa tanggung jawab kebangsaan yang masih mereka punya agar mereka berani mereformasi diri dan mengubah struktur-struktur yang menunjang politik duit.

Dan, Presiden masih punya dua tahun lebih. Sekarang saatnya Presiden membuktikan diri dengan berani mengambil tindakan-tindakan yang decisive. Beliau pasti akan didukung oleh rakyat.

Franz Magnis-Suseno, SJ Guru Besar di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta​
(Kompas, 17 Januari 2012)

Ummat Islam Tuntut Penghentian Pembangunan Gereja Theresa di Cikarang


Ribuan ummat Islam  dari berbagai Organisasi  Islam, lembaga dan gerakan serta pengurus masjid dan musollah,  melakukan unjuk rasa di depan Kantor Pemda Kabupaten Bekasi, Kamis (29/12).

Ummat Islam menuntut dihentikannya pembangunan gereja Katolik Paroki Bunda Teresa  yang berlokasi di Lippo Cikarang, Kecamatan Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi.

Aksi yang dikordinir Forum Ukhuwah Islamiyah dan Front Pembela Islam (FPI) Bekasi ini menolak dengan keras dan tegas pembangunan gereja Paroki Bunda Theresa.

Menurut Kosim Nurseha, pembangunan gereja itu diduga belum mendapat ijin baik dari FKUB, MUI, Kantor Kementeraian Agama dan Pemeritah Kabupaten Bekasi.

Dikatakan, kalaupun panitia pembangunan gereja itu sudah memproses ijin pembangunan, namun diduga kuat data yang diajukan sebagai syarat untuk mendapatkan ijin pembangunan geraja sarat manipulasi data.

Kalau merujuk pada SK Kementerian Dalam Negeri dan dan Kementerian Agama nomor. 8 dan 9, syarat untuk  memperoleh ijin  mendirikan rumah ibadah harus mendapat persetujuan lingkungan sebanyak 90 dan sedikitnya didukung 60 orang yang akan menggunakan gereja tersebut. Persyaratan itu harus dibuktikan dengan poto copy KTP dan tandatangan warga yang telah memebri dukungan, papar Kosim.

Kuat dugaan dukungan dari lingkungan itulah yang sangat mungkin akan dipalsukan. Sebab pemalsuan yang sama sering terjadi seperti kasus Ciketing di Kota Bekasi dan kasus gereja Yasmin di Bogor.

Dugaan pemalsuan data itu diperkuat dengan adanya kegiatan pembangunan di lokasi pembangunan gereja tersebut. Tiang-tiang pancang sudah diberdiri sejak 5 September lalu.

“Kami meminta agar gereja itu di Sterilkan pembangunan” kata Kosim Nurseha.

Oleh karena ummat Islam meminta agaar pihak gereja mecabut tiang pancang yang telah ditanam. Dan sampai  kemarin pekerjaan areal parkir gereja  terus berlangsung, ungkap Kosim Nurseha.

Selain menuntut penghentian pembaangunan gereja Katolik Bunda Theresa itu para pengunjuk rasa juga meminta ditertibkannya semua gereja liar yang belakangan ini marak di kab Bekasi.

Aksi unjuk rasa tersebut juga meminta implementasi Perda  No.07 tahun 2007, yang Sudah disahkan beberapa tahun lalu. Tapi kenyatanya tempat maksiat terus tumbuh bagai jamur di musin hujan.

’Jangan sampai Kab. Bekasi menjadi kota maksiat. Itu sebabnya kami meminta pemerintah agar meenertibkan tempat maksiat tersebut, pinta Kosim.

Jika tuntutan ummat Islam tidak terima maka masa akan melakukan aksi yang jumlahnya jauh lebih besar. Aksi itu akan dilakukan dengan jalan kaki menuju Pemerintah Kabupaten Bekasi pada januari 2012 mendatang.

Sebelum Massa ummat Islaam bergerak menuju kantor Pemerintah Kabupaten Bekasi massa sempat menutup gerbang tol Cikarang Barat yang mengakibatkan terjadi kemacetan lalu lintas hingga ke jalan tol.

Saat ini tengah dilakukan pertemuan di ruang Sekda, dengan Sekretaris Daerah Kabupaten Bekasi Dadang Mulyadi dengan Pimpinan FPI Bekasi Raya Ustad Murhali Barda, K.H. KOsim Nurseha, dan KH. Ahmad Mustofa, dari Fukhis.(Ardi Mahardika/Inas).
(Daktacom)