SERUAN PASTORAL KWI MENYAMBUT PILKADA SERENTAK 2017: PILKADA Bermartabat


SERUAN PASTORAL KWI MENYAMBUT PILKADA SERENTAK 2017

PILKADA YANG BERMARTABAT
SEBAGAI PERWUJUDAN KEBAIKAN BERSAMA

Saudara-saudari yang terkasih.

Bangsa kita akan menyelenggarakan Pilkada serentak untuk kedua kalinya. Jumlah daerah yang akan melaksanakan Pilkada adalah 7 (tujuh) provinsi, 18 (delapan belas) kota, dan 76 (tujuh puluh enam) Kabupaten yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Tahapan penting yang harus kita ketahui adalah masa kampanye tanggal 26 Oktober – 11 Februari 2017, masa tenang tanggal 12-14 Februari. Waktu pemungutan dan penghitungan suara dilaksanakan tanggal 15 Februari. Masa rekapitulasi suara adalah tanggal 16-27 Februari dan saat penetapan calon terpilih tanpa sengketa adalah 8-10 Maret.

Melalui Pilkada kita memilih pemimpin daerah yang akan menduduki jabatan hingga lima tahun ke depan. Marilah kita jadikan Pilkada sebagai sarana dan kesempatan untuk memperkokoh bangunan demokrasi dan upaya nyata mewujudkan kebaikan bersama. Sikap ini dianjurkan oleh ajaran Gereja: “Hendaknya semua warga negara menyadari hak maupun kewajibannya untuk secara bebas menggunakan hak suara mereka guna meningkatkan kesejahteraan umum” (Gaudium et Spes 75). Oleh karena itu, kita harus berpartisipasi dalam Pilkada dengan penuh tanggungjawab berpegang pada nilai-nilai kristiani dan suara hati.

Saudara-saudari yang terkasih,

Selain berharap, kita juga terpanggil untuk ikut bertanggungjawab agar Pilkada berjalan dengan bermartabat dan berkualitas. Sebagai bentuk dukungan dan partisipasi yang optimal terhadap Pilkada, kita perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

Ikutlah mengawal proses Pilkada.

Bersama warga masyarakat kita mengawal Pilkada agar berjalan dengan damai dan sesuai dengan amanat undang-undang. Hal penting dalam proses Pilkada yang perlu dikawal adalah tersedianya fasilitas yang memadai bagi berlangsungnya hubungan pengenalan secara timbal balik antara calon dengan pemilih dan kepastian bagi setiap warga negara untuk menggunakan hak memilih secara Luber (Langsung, Umum, Bebas, Rahasia) dan Jurdil (Jujur, Adil).

Proses Pilkada yang damai menjadi syarat penting yang harus dikawal semua pihak. Jangan sampai terjadi kekerasan dalam bentuk apapun, baik secara terbuka maupun terselubung. Apabila kekerasan terjadi, damai dan rasa aman tidak akan mudah dipulih-kan. Kita perlu waspada terhadap berbagai upaya untuk memecah belah dalam proses Pilkada. Kedamaian dan persatuan tidak boleh dikorbankan demi target politik tertentu dalam Pilkada.

Mengantisipasi munculnya masalah dan ancaman.

Hal-hal yang berpotensi menimbulkan masalah dan harus diantisipasi adalah: pertama, siasat politik yang tidak sehat atau menghalalkan segala cara demi meraih kekuasaan. Kedua, kemampuan dan integritas penyelenggara Pilkada (KPU dan PANWASLU).

Proses Pemilu terdahulu memberi bukti ada penyelenggara Pemilu yang tersangkut masalah dan membuat masalah karena tidak netral bahkan ikut memanipulasi suara. Pelanggaran yang berpotensi menimbulkan masalah harus diantisipasi bersama dan harus ada penegakkan hukum yang adil dan efektif untuk memberi jaminan terselenggaranya Pilkada yang berkualitas dan bermartabat.

Apabila Pilkada telah berjalan dengan baik dan sesuai dengan undang-undang, hendaknya kita rela menerima hasilnya dan siap memberikan dukungan untuk menjadi pemimpin bagi seluruh warga masyarakat. Segala perbedaan pendapat dan pilihan politik, hendaknya berhenti saat kepala daerah hasil Pilkada dilantik.

Pilihlah dengan cerdas dan bertanggungjawab.

Gereja hendaknya mendorong umat untuk menggunakan hak dengan berpartisipasi dalam Pilkada dan memastikan tidak membawa lembaga Gereja masuk ke dalam politik praktis. Setiap warga negara yang telah memiliki hak suara harus ikut terlibat menentukan dan memilih siapa yang akan menjadi pemimpin daerah melalui mekanisme yang telah ditentukan oleh peraturan dan undang-undang yang berlaku.

Ikut memilih dalam Pilkada merupakan hak dan panggilan sebagai warga negara. Dengan ikut memi-lih berarti kita ambil bagian dalam menentukan arah perjalanan dan kelangsungan kehidupan daerahnya. Oleh karena itu, penting disadari bahwa pemilih tidak saja memberikan suara, me-lainkan menentukan pilihan dengan cerdas, bertanggungjawab, dan sesuai dengan suara hati. Kita yang punya hak suara janganlah Golput!

Pahamilah kriteria pilihan dan kiat dalam memilih dengan tepat.

Para calon pemimpin daerah yang akan kita pilih harus dipastikan orang bijak, yang menghayati nilai-nilai agamanya dengan baik dan benar,  peduli terhadap sesama, berpihak kepada rakyat kecil, cinta damai dan  anti kekerasan serta peduli pada pelestarian lingkungan hidup. Calon pemimpin daerah yang jelas-jelas berwawasan sempit, cenderung mementingkan kelompok, terindikasi bermental  koruptif dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kedudukan jangan dipilih.

Hati-hatilah supaya kita tidak terjebak dan ikut dalam politik uang yang dilakukan calon untuk mendapatkan dukungan suara. Penting untuk kita ingat bahwa politik uang bertentangan dengan ajaran Kristiani dan merusak asas-asas demokrasi.

Berdoalah untuk pelaksanaan Pilkada.

Marilah kita mengiringi proses pelaksanaan Pilkada dengan doa. Kita memohon berkat Tuhan agar Pilkada berlangsung dengan damai dan menghasilkan pemimpin daerah yang berintegritas serta mau berjuang keras memperhatikan rakyat demi terwujudnya kesejahteraan umum.

Jakarta, 10 November 2016

KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA

Mgr. Ignatius Suharyo        Mgr. Antonius S. Bunjamin, OSC

Ketua                                   Sekretaris Jenderal

SURAT GEMBALA KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA (KWI) MENYAMBUT PEMILU LEGISLATIF 2014


“JADILAH PEMILIH YANG CERDAS DENGAN BERPEGANG PADA HATI NURANI”

Saudara-saudari, segenap umat Katolik Indonesia yang terkasih,
Bangsa kita sedang bersiap diri menyambut Pemilu legislatif untuk memilih DPR, DPD dan DPRD yang akan diselenggarakan tanggal 9 April 2014. Sebagai negara yang menganut sistem demokrasi, Pemilu menjadi peristiwa penting dan strategis karena merupakan kesempatan memilih calon legislatif dan perwakilan daerah yang akan menjadi wakil rakyat.

Hak dan Panggilan Ikut Serta Pemilu
Warga negara yang telah memenuhi syarat berhak ikut menentukan siapa yang akan mengemban kedaulatan rakyat melalui Pemilu. Mereka yang terpilih akan menempati posisi yang menentukan arah dan kebijakan negeri ini menuju cita-cita bersama, yaitu kesejahteraaan bagi seluruh rakyat Indonesia. Karena itu, selain merupakan hak, ikut memilih dalam Pemilu merupakan panggilan sebagai warga negara. Dengan ikut memilih berarti Anda ambil bagian dalam menentukan arah perjalanan bangsa ke depan. Penting disadari bagi para pemilih untuk tidak saja datang dan memberikan suara, melainkan menentukan pilihannya dengan cerdas dan sesuai dengan hati nurani. Dengan demikian, pemilihan dilakukan tidak asal menggunakan hak pilih, apalagi sekedar ikut-ikutan. Siapa pun calon dan partai apa pun pilihan Anda, hendaknya dipilih dengan keyakinan bahwa calon tersebut dan partainya akan mewakili rakyat dengan berjuang bersama seluruh komponen masyarakat mewujudkan cita-cita bersama bangsa Indonesia. Pertanyaannya adalah calon legislatif macam apa yang mesti dipilih dan partai mana yang mesti menjadi pilihan kita.

Kriteria Calon Legislatif
Tidak mudah bagi Anda untuk menjatuhkan pilihan atas para calon legislatif. Selain karena banyak jumlahnya, mungkin juga tidak cukup Anda kenal karena tidak pernah bertemu muka. Para calon legislatif yang akan Anda pilih, harus dipastikan bahwa mereka itu memang orang baik, menghayati nilai-nilai agama dengan baik dan jujur, peduli terhadap sesama, berpihak kepada rakyat kecil, cinta damai dan anti kekerasan. Calon legislatif yang jelas-jelas berwawasan sempit, mementingkan kelompok, dikenal tidak jujur, korupsi dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kedudukan tidak layak dipilih. Hati-hatilah dengan sikap ramah-tamah dan kebaikan yang ditampilkan calon legislatif hanya ketika berkampanye, seperti membantu secara material atau memberi uang. Hendaklah Anda tidak terjebak atau ikut dalam politik uang yang dilakukan para caleg untuk mendapatkan dukungan suara. Perlulah Anda mencari informasi mengenai para calon yang tidak Anda kenal dengan pelbagai cara. Demi terjaga dan tegaknya bangsa ini, perlulah kita memperhitungkan calon legislatif yang mau berjuang untuk mengembangkan sikap toleran dalam kehidupan antarumat beragama dan peduli pada pelestarian lingkungan hidup. Pilihan kepada calon legislatif perempuan yang berkualitas untuk DPR, DPD dan DPRD merupakan salah satu tindakan nyata mengakui kesamaan martabat dalam kehidupan politik antara laki-laki dan perempuan, serta mendukung peran serta perempuan dalam menentukan kebijakan dan mengambil keputusan.

Kriteria Partai Politik
Kita bersyukur atas empat kesepakatan dasar dalam berbangsa dan bernegara yakni Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Bhinneka Tunggal Ika. Kita percaya bahwa hanya dengan mewujudkan keempat kesepakatan tersebut, bangsa ini akan mampu mewujudkan cita-citanya. Oleh karena itu, dalam memilih partai perlu memperhatikan sikap dan perjuangan mereka dalam menjaga keempat kesepakatan tersebut. Hal yang penting untuk menjadi pertimbangan kita adalah partai yang memiliki calon legislatif dengan kemampuan memadai dan wawasan kebangsaan yang benar. Partai yang memperjuangkan kepentingan kelompoknya apalagi tidak berwawasan kebangsaan, hendaknya tidak dipilih.

Pengawasan atas Jalannya Pemilu
Setiap warga negara diharapkan ikut memantau dan mengawasi proses dan jalannya Pemilu. Pengawasan itu bukan hanya pada saat penghitungan suara, melainkan selama proses Pemilu berlangsung demi terlaksananya Pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (Luber Jurdil). Kita perlu mendorong dan memberikan dukungan kepada kelompok-kelompok dalam masyarakat yang dengan cermat mengikuti dan mengritisi proses jalannya Pemilu. Hendaknya Anda mengikuti secara cermat proses penghitungan suara bahkan harus terus mengawasi pengumpulan suara dari tingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS) sampai ke tingkat kecamatan dan kabupaten agar tidak terjadi rekayasa dan kecurangan.

Pemilu yang Aman dan Damai
Amat penting bagi semua warga masyarakat untuk menjaga Pemilu berjalan langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil, damai dan berkualitas. Jangan sampai terjadi kekerasan dalam bentuk apapun, baik secara terbuka maupun terselubung, karena bila sampai terjadi kekerasan maka damai dan rasa aman tidak akan mudah dipulihkan. Perlu tetap waspada terhadap usaha-usaha memecah belah atau mengadu domba yang dilakukan demi tercapainya suatu target politik. Bila ada sesuatu yang bisa menimbulkan kerawanan, khususnya dalam hal keamanan dan persatuan ini, partisipasi segenap warga masyarakat untuk menangkalnya sangat diharapkan.

Calon Legislatif
Para calon legislatif, kami hargai Anda karena tertarik dan terpanggil terjun dalam dunia politik. Keputusan Anda untuk mempersembahkan diri kepada Ibu Pertiwi melalui jalan itu akan menjadi kesempatan untuk berkontribusi secara berarti bahkan maksimal bagi tercapainya cita-cita bangsa Indonesia. Karena itu, tetaplah memegang nilai-nilai luhur kemanusiaan, serta tetap berjuang untuk kepentingan umum dengan integritas moral dan spiritualitas yang dalam. Anda dipanggil dan diutus menjadi garam dan terang!

Saudara-saudari terkasih,
Ikutlah memilih. Dengan demikian Anda ikut serta dalam menentukan masa depan bangsa. Sebagai umat beriman, marilah kita mengiringi proses pelaksanaan Pemilu dengan doa memohon berkat Tuhan, semoga Pemilu berlangsung dengan damai dan berkualitas serta menghasilkan wakil-wakil rakyat yang benar-benar memperhatikan rakyat dan berjuang untuk keutuhan Indonesia. Dengan demikian cita-cita bersama, yaitu kebaikan dan kesejahteraan bersama semakin mewujud nyata.

Semoga Bunda Maria, Ibu segala bangsa, senantiasa melindungi bangsa dan negara kita dengan doa-doanya.

Jakarta, Januari 2014

KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA

Mgr. Ignatius Suharyo
Ketua

Mgr. Johannes Pujasumarta
Sekretaris Jenderal

Ijin Sekolah PIUS Kota Tegal Terancam Dibekukan


Ijin operasional sekolah dari tingkat TK sampai SLTA Pius dibawah naungan Yayasan Asti Dharma, Kota Tegal, Jawa Tengah, terancam mendapat sanksi dibekukan. Pasalnya, dalam pengelolaan sekolah tersebut,
pihak yayasan dinilai telah melanggar aturan perundangan dengan tidak
menyediakan guru agama sesuai dengan agama yang dianut oleh siswanya.

Hal itu ditegaskan oleh Ketua Komisi I DPRD Kota Tegal, Wasmad Edi Susilo,
saat rapat kerja dengan Kantor Kementerian Agama (Kemenag) dan DinasPendidikan Kota Tegal, Kamis 2 Mei 2013.

“Kami mendesak Pemkot Tegal untuk tegas memberikan sanksi dengan membekukan ijin operasional pengelolaan sekolah di bawah naungan yayasan Asti Dharma
jika tetap tak mengindahkan aturan perundangan karena menolak menyediakan tenaga guru agama yang sesuai dengan agama yang dianut peserta didiknya,” kata Wasmad.

Wasmad mengatakan, sudah banyak aduan warga terkait sekolah Pius yang tidak menyediakan tenaga pendidik studi agama sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didiknya. Sedangkan di dalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 tahun 2007 dan Peraturan Menteri Agama (Permenag) Nomor 16 tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan PadaSekolah, penyediaan tenaga pengajar agama, wajib
dilakukan pengelola sekolah.

Menurut Wasmad, terkait hal tersebut pihak yayasan Asti Dharma sebagai
pengelola sekolah Pius Kota Tegal sudah mendapatkan teguran, baik secara lisan, administrasi hingga tertulis. Namun hingga saat ini, belum
direalisasikan. Oleh karena itu, Edi meminta Pemkot Tegal memberikan sanksi tegas berupa pembekuan ijin operasional sekolah, jika tidak bisa lagi dibina oleh Pemerintah. Edi berharap, Pemkot Tegal sudah ada rekomendasi atau putusan kepada sekolah Pius, paling cepat saat Penerimaan Peserta DidikBaru (PPDB) tahun ajaran 2013/2014.

Hal senada juga disampaikan Anggota Komisi I DPRD Kota Tegal Harun Abdi
Manaf SH. Menurut Harun, sesuai data yang ada, jumlah siswa dari Tingkat
TK, SD, SMP, SMA hingga SMK Pius mencapai 1.431 orang. Dari jumlah
tersebut, 112 siswa beragama Islam, 604 siswa beragama Katholik, 617 siswa beragama Kristen, 81 siswa beragama Budha, 16 siswa beragama Konghucu dan 1 siswa beragama Hindu. Melihat banyaknya perbedaan agama yang dianut siswa, sekolah Pius wajib menyediakan tenaga pendidik agama sesuai agama yang
dianut siswa.

Namun jika pengelola sekolah Pius tidak mengindahkan aturan yang ada, maka Pemerintah bisa melaporkannya kebidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Kementerian Agama Republik Indonesia. Hal ini sesuai hasil Konsultasi Komisi 1 DPRD Kota Tegal dengan Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Tetapi sebelum diajukan, aduan dilengkapi surat pernyataan dari orang tua siswa, sebagai penguatan secara hukum.

Hal ini dikarenakan, setiap siswa yang masuk kesekolah PIUS menandatangani Surat Pernyataan bermaterai yang menyebutkan bahwa orang tua tidak keberatan dengan pendidikan agama yang diterapkan sekolah PIUS.

Harun menambahkan, sebagai langkah antisipasi sebelum ada keputusan dari Pemkot Tegal maupun Kemenag RI, pihaknya menghimbau kepada orang tua siswa agar menyekolahkan anaknya di sekolah yang menyediakan pendidikan agama
sesuai agama yang dianut orang tua dan anak tersebut. Pemkot Tegal juga
harus menyiapkan solusi lain, yakni menampung siswa sekolah Pius kesekolah negeri atau swasta, jika sudah ada keputusan tetap dari Pemerintah.

Sementara Kepala Kemenag Kota Tegal, Nuril Anwar mengatakan teguran tertulis sudah diberikan kepada Yayasan Asti Dharma sebanyak 3 kali. Teguran pertama diberikan tanggal 22 Mei 2012, kemudian dilanjutkan Teguran kedua tanggal 13 Juni 2013 dan Teguran ketiga tanggal 27 Juni 2012.

Dalam teguran ini, Kemenag meminta Yayasan Asti Dharma menyiapkan tenaga pengajar/pendidik agama yang sesuai dengan agama yang dianut siswa. Teguran juga diberikan, karena yayasan melanggar PP Nomor 55 tahun 2007 dan Permenag Nomor 16 tahun 2010, khususnya di Pasal 3 Ayat 1, Pasal 4 ayat 3 dan Pasal 28 Ayat 1.

“Karena Kemenag sudah memberikan teguran sebanyak 3 kali, maka kewenangan sepenuhnya diserahkan Pemerintah Daerah untuk melakukan tindakan lebih lanjut,” katanya.

Sementara Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Tegal Johardi mengatakan Pemkot Tegal pernah melakukan koordinasi dengan Yayasan Asti Dharma. Menurut
Johardi, Yayasan tidak menyediakan tenaga pendidik agama selain agama
Khatolik karena menuruti aturan Persatuan Wali Gereja yang ditetapkan
melalui MNPK dan MPK Keuskupan wilayah Purwokerto.

Permasalahan ini, juga sudah dilaporkan keDinas Pendidikan Propinsi Jawa Tengah melalui surat Nomor 420/046 tanggal 19 Juni 2012. Dalam surat tersebut, disebutkan bahwa Yayasan Asti Dharma melanggar PP Nomor 55 tahun
2007 dan Permenag Nomor 16 tahun 2010, karena tidak menyediakan dan
memberikan pendidikan atau tenaga kependidikan agama sesuai agama yang dianut siswa didiknya.

“Terkait usulan DPRD, kami akan berkoordinasi dengan Kemenag Kota Tegal. Hasil koordinasi ini akan dijadikan rekomendasi kepada Walikota, untuk dilakukan langkah lebih lanjut,” tegas Johardi.

link sumber
http://www.panturanews.com/index.php/panturanews/cetakberita/8276
©PanturaNews.com

DEKLARASI ORANG MUDA KATOLIK INDONESIA PADA INDONESIAN YOUTH DAY 2012


Kami Orang Muda Katolik Indonesia telah melaksanakan Indonesian Youth Day yang pertama kali dalam sejarah Gereja Katolik Indonesia. IYD pertama berlangsung di Sanggau Kalimantan Barat, pada tanggal 20—26 Oktober 2012, dihadiri oleh 1.914 OMK dan pendampingnya dari 35 keuskupan di Indonesia dan satu keuskupan dari Malaysia. Kami mengalami tahap-tahap kegiatan yang menggembirakan, memperdalam dan menantang penghayatan iman kami dengan diterangi oleh tema ”Berakar dan Dibangun dalam Yesus Kristus, Berteguh dalam Iman” (Kol 2:7), serta subtema ”Makin Beriman, Makin Mengindonesia”.

Sepanjang masa persiapan serta pelaksanaan IYD, kami memperoleh pencerahan dalam semangat iman sebagai Orang Muda Katolik. Perjumpaan dengan Orang Muda Katolik seluruh Indonesia, berbagi pengalaman bersama umat dan masyarakat setempat, terbukti mempererat persaudaraan serta memperdalam iman dan rasa syukur kami. Kami bersyukur menjadi Orang Muda Katolik yang dilahirkan di kawasan Nusantara, suatu kawasan yang dianugerahi Tuhan dengan kekayaan alam dan aneka suku bangsa, dengan budaya yang luhur dan beraneka ragam.

Dari pengalaman iman yang kami peroleh selama IYD 2012 ini, kami berkehendak untuk berani mempertahankan dan mengembangkan nilai Kekatolikan yang mewujud dalam semangat cinta yang besar pada bangsa kami Indonesia.

Setelah merefleksikan proses pelaksanaan IYD 2012, kami meyakini bahwa:

1. Kami OMK Indonesia, adalah pembawa harapan, pelaku perdamaian dan keadilan, yang dipanggil untuk bertindak aktif tanpa kekerasan, menjadi agen perubahan bangsa ke arah yang makin bermartabat.

2. Kami OMK Indonesia, mau menanggapi panggilan Tuhan dengan sikap jujur, menjaga kemurnian dalam hal kesusilaan, serta aktif berperanserta dalam usaha mewujudkan suasana yang damai tanpa kekerasan.

3. Kami OMK Indonesia, mau mendidik diri menjadi orang yang merefleksikan setiap tantangan hidup dengan terang iman Gereja yang Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik.

4. Kami OMK Indonesia, mencintai dan menghayati iman, ajaran serta Tradisi Gereja Katolik dalam kesatuan yang penuh kasih dengan para bapa uskup dan bapa suci.

5. Kami OMK Indonesia, berani menunjukkan jati diri kekatolikan sebagai salah satu ciri khas kami, sebagai bagian dari kebhinekaan Indonesia.

6. Kami OMK Indonesia, menjunjung tinggi nilai-nilai budaya dan kearifan lokal yang telah membesarkan kami serta yang selalu memperkuat jari diri kami sebagai bangsa Indonesia.

7. Kami OMK Indonesia, mau bersaudara dengan semua orang, serta mau meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan berdialog, khususnya dalam bekerjasama dengan sesama orang muda yang berkepercayaan dan beragama lain demi peningkatkan mutu hidup bersama.

8. Kami OMK Indonesia mau merasul dengan mengembangkan kemampuan diri di bidang pengembangan ekonomi dan pengembangan hidup sosial kemasyarakatan yang bermartabat serta dalam usaha perbaikan lingkungan hidup.

9. Kami OMK Indonesia, menyepakati bahwa perjumpaan Indonesian Youth Day, dilanjutkan secara berkala sebagai bagian dari pembinaan yang berjenjang dan berkelanjutan.

Demikianlah kami mewartakan pernyataan ini, sebagai ungkapan syukur atas Indonesian Youth Day 2012 yang terbukti telah memantapkan persaudaraan dan panggilan perutusan kami sebagai OMK Indonesia. Kami OMK Indonesia, selalu berakar dalam Kristus, berteguh dalam iman dan bertekad bulat menjadi seratus persen Katolik, seratus persen Indonesia.

Sanggau, 26 Oktober 2012
OMK INDONESIA
(Fb IYD)

9 Gereja di Banda Aceh Kesulitan Beribadah


Dampak kewajiban penutupan terhadap sembilan gereja yang menempati bangunan ruko (rumah toko) di Banda Aceh mulai terasa. Minggu (21/10/2012) kemarin, jemaat di sembilan gereja di Banda Aceh tidak menggelar ibadah seperti biasanya.

Salah satu pendeta dari sebuah gereja yang harus ditutup Nico Tarigan dari GBI Penauyong, Banda Aceh, Senin (22/10/2012) mengaku tidak berani menggelar ibadah karena pihaknya telah menandatangani kesepakatan dengan Pemerintah Kota Banda Aceh. Kesepakatan itu salah satunya mewajibkan mereka menutup kegiatan peribadahan karena tidak memiliki izin sebagai gereja.

“Kami harus menutup tempat ibadah karena menyalahi fungsi bangunan bila tetap membukanya, pemkot tidak akan bertanggungjawab jika ada aksi anarkistis. Kami tidak mau mengalami kerugian atau bahkan kehilangan jiwa, maka kami menandatanganinya,” kata Nico.

“Selain itu, sebelum saya pun telah menerima banyak ancaman melalui SMS dari pihak-pihak tertentu yang akan menyerang gereja kami jika kami tetap beribadah di sana,” sambung Nico.

Nico mengisahkan, pada 17 Juni lalu, gerejanya sudah sempat diserang oleh massa yang menentang kegiatan ibadah di gedung tersebut. “17 Juni jam 10.30, ratusan orang datang ke sini, kami tidak ingin kejadian itu terulang lagi, jadi kami tandatangi kesepakatan itu,” kata Nico. “Padahal, kami memakai ruko sebagai tempat untuk beribadah, bukan membangun gereja. Kami tidak mendirikan bangunan gereja, hanya menjalankan ibadah. Seharusnya itu dijamin oleh UUD,” ungkap Nico lagi.

Kesepakatan yang dirancang Pemkot Banda Aceh mengikat terhadap sembilan gereja dan lima vihara yang pengurusnya dikumpulkan dalam sebuah pertemuan tokoh agama di Banda Aceh, sekitar dua minggu lalu. Selanjutnya, kesembilan gereja yang ditutup itu disarankan meminjam gedung kepada empat gereja yang telah memiliki izin, yakni Gereja Katolik, Gereja Protestan Indonesia bagian Barat (GPIB), Gereja Metodis atau Huria Kristen Batak Protestan (HKBP).

Menanggapi permasalahan ini, Veryanto Sitohang dari Aliansi Sumut Bersatu (ASB) -Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang melakukan pendampingan, memandang, konsep kesepakatan yang dirancang oleh Pemkot Banda Aceh jelas merupakan bentuk pembatasan bagi umat beragama untuk menjalankan ibadah. “Pasal 29 UUD 45 menyatakan, kebebasan beribadah dijamin,” tegasnya.

Terkait perizinan bagi gereja dan vihara yang ditutup, Very memandang, persyaratan yang dituangkan di dalam  Peraturan Gubernur Nomor 25 Tahun 2007 Pedoman Pendirian Rumah Ibadah teramat berat untuk dipenuhi. Sebuah rumah ibadah dapat memperoleh izin jika, mendapat persetujuan dari 120 orang warga sekitar, dengan jumlah jemaat lebih dari 150 orang, mendapat pengesahan dari lurah/kecik, dan ada surat rekomendasi dari Departemen Agama setempat.

“Itu jauh lebih berat dari ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Bersama Dua Menteri yang mewajibkan ada izin dari 90 jemaat, dengan dukungan 60 orang warga sekitar. Mereka bukan tidak pernah mengajukan izin, tapi ini sangat sulit dipenuhi,” ungkap Very.

Selain itu, Very pun menegaskan, Pergub Nomor 25 Tahun 2007 seharusnya tidak berlaku bagi rumah-rumah ibadah yang telah berdiri sebelum tahun 2007. ‘Banyak gereja yang sudah ada sebelum peraturan itu, harusnya tidak berlaku surut,” sambungnya. “Pemerintah nasional tidak bisa berdiam diri, masalah seperti ini kan masif di beberapa daerah lain,” tutupnya. (Kompas.com)