MARI PERTAHANKAN INDONESIA KITA!


MARI PERTAHANKAN INDONESIA KITA!

Indonesia menjamin tiap warga bebas beragama. Inilah hak asasi manusia yang dijamin oleh konstitusi. Ini juga inti dari asas Bhineka Tunggal Ika, yang menjadi sendi ke-Indonesia- an kita. Tapi belakangan ini ada sekelompok orang yang hendak menghapuskan hak asasi itu dan mengancam ke-bhineka-an. Mereka juga menyebarkan kebencian dan ketakutan di masyarakat. Bahkan mereka menggunakan kekerasan, seperti yang terjadi terhadap penganut Ahmadiyah yang sejak 1925 hidup di Indonesia dan berdampingan damai dengan umat lain. Pada akhirnya mereka akan memaksakan rencana mereka untuk mengubah dasar negara Indonesia, Pancasila, mengabaikan konstitusi, dan menhancurkan sendi kebersamaan kita. Kami menyerukan, agar pemerintah, para wakil rakyat, dan para pemegang otoritas hukum, untuk tidak takut kepada tekanan yang membahayakan ke-Indonesia- an itu.

Marilah kita jaga republik kita.

Marilah kita pertahankan hak-hak asasi itu.

Marilah kita kembalikan persatuan kita.

Jakarta, 10 Mei 2008

ALIANSI KEBANGSAAN untuk KEBEBASAN BERAGAMA dan BERKEYAKINAN

A. RAHMAN TOLLENG

A. Sarjono

A. Suti Rahayu

A. SYAFII MAARIF

AA GN Ari Dwipayana

Aan Anshori

Abdul Moqsith Ghazali

Abdul Munir Mulkhan

Abdul Qodir Agil

Abdur Rozaki

Acep Zamzam Nur

Achmad Chodjim

Achmad Munjid

Ade Armando

Ade Rostina Sitompul

Adi Wicaksono

Adnan Buyung Nasution

Agnes Karyati

Agus Hamonangan

Agustinus

Ahmad Fuad Fanani

Ahmad Baso

Ahmad Fuad Fanani

Ahmad Nurcholish

Ahmad Sahal

Ahmad Suaedi

Ahmad Taufik

Ahmad Tohari

Akmal Nasery Basral

Alamsyah M. Dja’far

Albait Simbolon

Albertus Patty

Amanda Suharnoko

Amien Rais

Ana Lucia

Ana Situngkir

Anak Agung Aryawan

Anand Krishna

Andar Nubowo

Andreas Harsono

Andreas Selpa

Anick H Tohari

Antonius Nanang E.P

Ari A. Perdana

Arianto Patunru

Arief Budiman

Arif Zulkifli

Asep Mr

Asfinawati

Asman Aziz

Asmara Nababan

Atika Makarim

Atnike Nova Sigiro

Ayu Utami

Azyumardi Azra

Bachtiar Effendy

Benny Susetyo, SJ

Bivitri Susanti

Bonnie Tryana

BR. Indra Udayana

Budi Pruwanto

Christanto Wibisono

Christina Sudadi

Cosmas Heronimus

Daddy H. Gunawan

Daniel Dakhidae

Daniel Hutagalung

Djaposman S

Djohan Effendi

Doni Gahral Adian

Donny Danardono

Donny Gahral Ardian

Eep Saefulloh Fatah

Eko Abadi Prananto

Elga J Sarapung

Elizabeth Repelita

Elza Taher

Endo Suanda

Erik Prasetya

Eva Sundari

F. Wartoyo

Fadjroel Rahman

Fajrime A. Goffar

Farid Ari Fandi

Fenta Peturun

Fikri Jufri

Franky Tampubolon

Gabriella Dian Widya

Gadis Arivia

Garin Nugroho

Geovanni C.

Ging Ginanjar

Goenawan Mohamad

Gomar Gultom

Gus TF Sakai

Gustaf Dupe

Gusti Ratu Hemas

Hamid Basyaib

Hamim Enha

Hamim Ilyas

Hamka Haq

Hasif Amini

Hendardi

Hendrik Bolitobi

Herman S. Endro

Heru Hendratmoko

HS Dillon

I Gede Natih

Ichlasul Amal

Ifdal Kasim

Ihsan Ali-Fauzi

Ika Ardina

Ikravany Hilman

Ilma Sovri Yanti

Imam Muhtarom

Imdadun Rahmad

Indra J. Piliang

Isfahani

J. Eddy Juwono

Jacky Manuputty

Jajang C. Noer

Jajang Pamuntjak

Jajat Burhanudin

Jaman Manik

Jeffri Geovanie

Jeirry Sumampow

JN. Hariyanto, SJ

Johnson Panjaitan

Jorga Ibrahim

Josef Christofel Nalenan

Joseph Santoso

Judo Purwowidagdo

Julia Suryakusuma

Jumarsih

Kartini

Kartono Mohamad

Kautsar Azhari Noer

Kemala Chandra Kirana

KH. Abdud Tawwab

KH. Abdul A’la

KH. Abdul Muhaimin

KH. Abdurrahman Wahid

KH. Husein Muhammad

KH. Imam Ghazali Said

KH. M. Imanul Haq Faqih

KH. Mustofa Bisri

KH. Nuril Arifin

KH. Nurudin Amin

KH. Rafe’I Ali

KH. Syarif Usman Yahya

Kristanto Hartadi

L. Ani Widianingtias

Laksmi Pamuntjak

Lasmaida S.P

Leo Hermanto

Lies Marcoes-Natsir

Lily Zakiyah Munir

Lin Che Wei

Luthfi Assyaukanie

M. Chatib Basri

M. Dawam Rahardjo

M. Guntur Romli

M. Subhan Zamzami

M. Subhi Azhari

M. Syafi’I Anwar

Marco Kusumawijaya

Maria Astridina

Maria Ulfah Anshor

Mariana Amirudin

Marsilam Simanjuntak

Martin L. Sinaga

Martinus Tua Situngkir

Marzuki Rais

Masykurudin Hafidz

MF. Nurhuda Y

Mira Lesmana

Mochtar Pabottingi

Moeslim Abdurrahman

Moh. Monib

Mohammad Imam Aziz

Mohtar Mas’oed

Monica Tanuhandaru

Muhammad Kodim

Muhammad Mawhiburrahman

Mulyadi Wahyono

Musdah Mulia

Nathanael Gratias

Neng Dara Affiah

Nia Sjarifuddin

Nirwan Dewanto

Noldy Manueke

Nong Darol Mahmada

Nono Anwar Makarim

Noorhalis Majid

Novriantoni

Nugroho Dewanto

Nukila Amal

Nur Iman Subono

Pangeran Djatikusumah

Panji Wibowo

Patra M. Zein

Pius M. Sumaktoyo

Putu Wijaya

Qasim Mathar

R. Muhammad Mihradi

R. Purba

Rachland Nashidik

Rafendi Djamin

Raja Juli Antoni

Rasdin Marbun

Ratna Sarumpaet

Rayya Makarim

Richard Oh

Rieke Dyah Pitaloka

Rizal Mallarangeng

Robby Kurniawan

Robertus Robet

Rocky Gerung

Rosensi

Roslin Marbun

Rumadi

Saiful Mujani

Saleh Hasan Syueb

Sandra Hamid

Santi Nuri Dharmawan

Santoso

Saor Siagian

Sapardi Djoko Damono

Sapariah Saturi Harsono

Saparinah Sadli

Saras Dewi

Save Dagun

Shinta Nuriyah Wahid

Sitok Srengenge

Slamet Gundono

Sondang

Sri Malela Mahegarsari

St. Sunardi

Stanley Adi Prasetyo

Stanley R. Rambitan

Sudarto

Suryadi Radjab

Susanto Pudjomartono

Syafiq Hasyim

Syamsurizal Panggabean

Sylvana Ranti-Apituley

Sylvia Tiwon

Tan Lioe Le

Taufik Abdullah

Taufik Adnan Amal

TGH Imran Anwar

TGH Subki Sasaki

Tjiu Hwa Jioe

Tjutje Mansuela H.

Todung Mulya Lubis

Tommy Singh

Toriq Hadad

Tri Agus S. Siswowiharjo

Trisno S. Sutanto

Uli Parulian Sihombing

Ulil Abshar-Abdalla

Usman Hamid

Utomo Dananjaya

Victor Siagian

Vincentius Tony V.V.Z

Wahyu Andre Maryono

Wahyu Effendi

Wahyu Kurnia I

Wardah Hafiz

Wiwin Siti Aminah Rohmawati

WS Rendra

Wuri Handayani

Yanti Muchtar

Yayah Nurmaliah

Yenni Rosa Damayanti

Yenny Zannuba Wahid

Yohanes Sulaiman

Yosef Adventus Febri P.

Yosef Krismantoyo

Yudi Latif

Yuyun Rindiastuti

Zacky Khairul Umam

Zaim Rofiqi

Zainun Kamal

Zakky Mubarok

Zuhairi Misrawi

Zulkifli Lubis

Zuly Qodir

Hadiri Apel Akbar, 1 Juni 2008 Pukul 13.00-16.00 WIB di Lapangan MONAS – JAKARTA

Internet kunci kemenangan Obama


[BBC News 5/22/08] Kampanye Barack Obama untuk menjadi calon presiden dari Partai Demokrat, membuktikan keampuhan internet dalam politik

Obama semakin pasti akan menjadi calon Partai Demokrat, dan keberhasilannya memanfaatkan internet, tampaknya akan memberi keunggulan dalam pertarungan melawan John McCain.

Dalam beberapa tahun terakhir, internet semakin merambah ke arus utama politik Amerika Serikat.

Dalam proses pemilihan presiden tahun ini, kehebatan internet amat penting bagi kampanye Obama yang dimulai dari nol, dengan dana minimal dan pengetahuan masyarakat yang kecil akan dirinya.

Lewat internet, politisi yang tidak begitu dikenal bisa dengan cepat mendapat dana dan pendukung baru.

Kelincahan kubu Obama dalam memanfaatkan internet pada awal kampanye, memungkinkan dia mengejar ketinggalan yang sangat jauh dari Hillary Clinton.

Siap tempur

Strategi internet Barack Obama merupakan bagian sangat penting dalam rencananya untuk merebut nominasi Partai Demokrat, demikian menurut Phil Noble, yang mengamati trend penggunaan internet dalam politik.

Ketika Senator Obama mengumumkan kampanyenya, situs internetnya sudah siap sepenuhnya, dengan berbagai perangkat yang memungkinkan para pendukungnya bertemu dan menggalang dana.

Menurut Michael Turk, direktur e-campaign untuk kampanye Bush-Cheney 2004, Partai Demokrat banyak belajar dari tahun 2004 dalam menggalang pakar informatika.

Phil Noble memperkirakan Obama akan mampu menggalang dana sebesar satu milyar dollar dalam kampanye 2008, angka ini 12 kali lipat lebih besar dari dana internet yang berhasil digalang John Kerry tahun 2004.

Menurut Noble, dua juta relawan Obama sudah siap terjun dalam kampanye, ini sangat penting dalam pertarungan untuk mengajak para pemilih agar datang ke tempat-tempat pemungutan suara.

Pernyataan Sikap: Tragedi Universitas Nasional


*Pernyataan Sikap*

*ANARKISME NEGARA REPUBLIK INDONESIA*

Empat tahun Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla berkuasa
namun tak ada perubahan yang signifikan. Yang terjadi justru kemunduran demi
kemunduran dalam berbagai bidang. Di saat ratusan, ribuan bahkan jutaan anak
bangsa menderita, justru pemerintah melalui aparatnya melakukan
tindakan-tindakan yang represif dan anarkis untuk menghadapi aksi-aksi
demonstrasi para anak bangsa yang masih duduk dalam bangku perkuliahan.

Puluhan orang dipukuli dan ditangkap saat melakukan demonstrasi
menolak kenaikan harga BBM di depan istana negara, ratusan orang di berbagai
daerah juga dipukuli dan ditangkap saat melakukan penolakan kenaikan harga
BBM
. Dan yang paling ironis, saat 300 mahasiswa Universitas Nasional
(UNAS) melakukan aksi penolakan di kampusnya, lontaran peluru karet serta
sambutan gas air mata kian menambah daftar hitam kinerja perintahan saat
ini.

SBY-JK dan kepolisian pun tak tinggal diam. Mereka mengatakan aksi mahasiswa
di depan UNAS bersifat anarkis. Kalau mau ditelaah lebih dalam, tindakan
mahasiswa UNAS dan mahasiswa-mahasiswa lainnya masih bersifat wajar serta
hanya terjadi di titik-titik tertentu. *Justru aksi SBY-JK-lah yang paling
anarkis. Di saat 220 juta rakyat Indonesia sedang terlelap tidur, SBY-Jk
malah menaikkan harga BBM. Jadi siapa yang lebih anarkis. SBY-JK atau para
mahasiswa yang melakukan aksi penolakan kenaikan harga BBM?*

Kami, Solidaritas Mahasiswa UNAS, menuntut kepolisian agar:

*1. **Membebaskan mahasiswa UNAS dan seluruh mahasiswa yanga ditangkap
pihak polisi dalam aksi menolak kenaikan harga BBM.*

*2. **Usut dan tuntaskan para pelanggar HAM yang menyerang kampus.*

*3. **Pihak kepolisian harus bertanggung jawab atas tragedi yang
menimpa UNAS dan kampus di seluruh Indonesia yang menolak kenaikan harga
BBM
.*

* *

*Jakarta**, 27 Mei 2008*

*Solidaritas Mahasiswa Universitas Nasional*

*Disiarkan oleh Crisis Centre UNAS, Sekretariat Kampus Unas, Jakarta,
Jl. Sawo Manila, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Kontak: Timmy
(081383832473) ; Nebi (081294240057) *
(Universitas Indonesia, Universitas Pancasila, Universitas Moestopo
Beragama, Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mercubuana,
AMIK LAKSI, Institut Sains dan Teknologi Nasional, Universitas Al Azhar)

Kumpulan berita soal peristiwa Universitas Nasional (UNAS)


 Keluarga Mahasiwa Unas Mengadu ke Komnas HAM

 Kompas , 27 Mei 2008

JAKARTA, SELASA – Sekitar 50 orang Keluarga mahasiswa Universitas Nasional (Unas) mengadukan nasib anggota keluarga mereka yang masih ditahan di Mapolres Jakarta Selatan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Selasa (27/5). Para keluarga mahasiswa itu meminta KomnasHAM membantu mengajukan penangguhan penahanan kerabat keluarga mereka.

“Tuntutan mereka adalah agar segera ditangguhkan penahanan anak dan kerabat mereka walaupun bersyarat,  karena mereka mau menjamin ini. Itu yang mereka laporkan kepada kami. Kami sudah menjelaskan langkah-langkah yang sudah dilakukan Komnas HAM termasuk sudah berkoordinasi dengan Polri untuk membicarakan masalah ini,” ujar Ridha Saleh saat menemui keluarga mahasiswa Unas di kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (27/5).

Namun, kata Ridha, berkaitan dengan penangguhan penahanan, Komnas HAM tidak punya kewenangan untuk memberikan jaminan kepada keluarga. Apalagi, lanjut Ridha, soal penangguhan belum bisa karena sedang dilakukan penyidikan. Sebab, menurut aturan, kalau penyidikan sedang dilakukan, tidak boleh ada intervensi dari siapapun, termasuk dari Komnas HAM. Ia mengatakan, Komnas HAM sudah membentuk tim pemantauan yang akan melakukan monitoring langsung.

“Nggak ada kewenangan itu. Tapi kami bisa memberikan dukungan kepada permintaan korban, keluarga atau lembaga yang mendampingi mereka untuk meminta kepada polri menangguhkan penahanan itu bersyarat. Jadi memberitahukan alasan-alasan kenapa ini perlu ditangguhkan atas dasar permintaan dari keluarga korban itu,” lanjut dia.

Alasan-alasan seperti apa? Ridha menyebut setidaknya ada tiga alasan. Yakni, karena keluarga korban merasa bahwa anak mereka tidak bersalah. Ridha juga mengatakan KomnasHAM tidak mau masalah ini menjadi maslaah yang krusial, isu yang dipakai terus menerus untuk menjadikan stabilitas politik kita terganggu. “Juga upaya kita untuk memberikan rasa keadilan bagi keluarga korban,” lanjut dia.

Dikatakan Ridha, ada beberapa hal yang dikeluhkan keluarga mahasiswa terkait dengan penahanan yang dilakukan aparat kepolisian pada keluarga mereka. Ridha mencontohkan, misalnya, dari aspek medis, keluarga meminta biaya medis korban ditanggung polisi. Keluarga juag mengeluhkan bahwa anak dan kerabat mereka di dalam tahanan masih ada penyiksaan, juga kurangnya akses bagi keluarga yang ingin menjenguk. Untuk masalah itu, Ridha menyebut sudah berbicara langsung Mabes Polri.

“Hari ini kami mengelurkan surat yang meminta agar aparat polisi memberikan akses bagi keluarga korban untuk menjenguk. Kedua, memperlakukan tahanan secara manusiawi sesuai hukum kita. Ketiga soal biaya medis dari korban, dari hasil pembicaraan kami dengan Kadiv Humas Mabes Polri soal itu, mereka akan menanggung seluruhnya biaya medis dari mahasiswa yang sedang diamankan,” sambung Ridha.

Di sisi lain, Ridha mengatakan dari temuan awal, Komnas HAM menemukan ada pelanggaran HAM dalam penyerbuan polisi ke kampus Unas, Sabtu (24/5). Ridha mengatakan, meski apa yang dilakukan kepolisian sesuai prosedur, itu tidak menggugurkan pelanggaran HAM. “Kebenaran prosedur tidak melegalkan pelanggaran HAM yang dilakukan kepolisian,” pungkas Ridha Saleh. (Persda Network/had)

 ·         * *

 

Mahasiswa Unas Gagal Bebaskan Teman-temannya

Kompas, 27 Mei 2008

JAKARTA, SELASA – Mahasiswa Universitas Nasional (Unas) menuntut semua rekan-rekannya yang ditangkap dan ditahan saat menggelar aksi di Kampus Unas, Sabtu (24/5) lalu harus dibebaskan semua. Mereka tidak peduli apakah teman-temannya itu pengedar narkoba atau bukan.

“Kami menuntut semua yang ditangkap saat aksi dibebaskan. Konteks penangkapannya adalah saat aksi untuk menyampaikan aspirasi. Kalau polisi mau menangani kasus narkoba itu lain lagi. Mereka harus dibebaskan,” ungkap Intan, salah satu mahasiswi Unas mewakili teman-temannya di sela-sela aksi, Selasa (27/5).

Pernyataan itu disampaikan Intan ketika diminta keterangan atas tuntutan yang diajukan saat bertemu Kapolres Jakarta Selatan. Sekitar 500 mahasiswa Unas menggelar aksi di depan Kantor Polres Jakarta Selatan. Mereka menuntut 34 temannya yang masih ditahan segera dibebaskan. Lima orang perwakilan dari mahasiswa Unas, salah satunya adalah Intan, diterima Kapolres Kombes
Chairul Anwar.

Kelima perwakilan mahasiswa ini diajak dialog oleh Kapolres. Sekitar satu jam mereka diterima Kapolres Jakarta Selatan. Namun tuntutannya untuk membebaskan rekan-rekannya gagal. Kapolres mengaku tidak memiliki kewenangan. Yang berwenang membebaskan adalah penyidik.

Intan mewakili mahasiswa Unas menyampaikan kekecewaannya seusai bertemu dengan Kapolres. Menurut Intan, alasan yang disampaikan Kapolres tidak logis. Sebab ia juga merupakan penyidik. “Itu hanya upaya Kapolres melempar tanggung jawab. Dia kan juga penyidik,” ungkapnya kecewa.

Penolakan Kapolres itu membuat para mahasiswa Unas geram. Namun demikian aksi mereka tetap tertib. Tidak sampai terjadi tindakan anarkis. Hanya saja dari mulut-mulut para mahasiswa ini keluar umpatan dan nyanyi-nyanyi cacian terhadap polisi. Mulai dari, “Polisi Jelmaan Setan”, “Polisi Anthek Kolonialis”, “Polisi Mucikari” dan masih banyak lagi kata-kata cemoohan terhadap polisi.

Sebelum membubarkan diri, mereka menegaskan tekadnya untuk demo kembali ke Polres Jakarta Selatan sampai teman-temannya dibebaskan. (Persda Network/Sugiyarto)

* * *  

Orang Tua Mahasiswa Unas Ajukan Penangguhan Penahanan

 

Kompas,  27 Mei 2008

JAKARTA, SELASA – Orang tua dari 31 mahasiswa Universitas Nasional (Unas) telah mengajukan penangguhan penahanan anak mereka, yang saat ini masih ditahan di Mapolres Jakarta Selatan. Para orang tua tersebut meminta Komnas HAM untuk menjembatani antara pihak orang tua dengan pihak kepolisian. Penangguhan penahanan tersebut telah diajukan Senin (26/5) kemarin.Kuasa hukum mahasiswa, Zainal Arifin menyatakan, keluarga korban bisa menjamin bahwa anak-anak mereka tidak akan melarikan diri. “Alasan pengajuan penahanan kan, agar tersangka salah satunya tidak melarikan diri dan tidak menghilangkan barang bukti. Keluarga korban bisa menjamin bahwa anak-anak mereka tidak akan melakukan hal tersebut. Tapi belum ada respon dari pihak kepolisian, katanya masih mengintensifkan penyelidikan, ” ujar Zainal saat dijumpai usai konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (27/5).

Salah satu orang tua mahasiswa, Mizan MW (Fakultas Sastra), Joko Sumpena mengatakan, selain orang tua, Komnas HAM dan Rektor Unas juga akan menjadi penjamin. Sebagai orang tua, Joko dan orang tua mahasiswa lainnya berharap proses hukum yang tengah berjalan tidak mengganggu aktivitas akademis putra mereka.

“Penangguhan penahanan, sudah kami serahkan ke tim advokasi. Tapi kami berharap agar anak-anak kami dipulihkan mentalnya, karena mental mereka sudah down sejak masuk sel. Apalagi sekarang sedang menjalani pendidikan, mau ujian lagi,” kata Joko.

Wakil Ketua Komnas HAM, Ridha Saleh mengatakan, Komnas HAM siap menjadi penjamin dan akan meminta pihak kepolisian untuk mengabulkan penangguhan penahanan. “Kalau menjadi penjamin, kami tidak ada masalah, tapi akan kami bicarakan dulu secara internal. Pada intinya kami juga meminta untuk tidak melakukan penyiksaan,” kata Ridha.

Tiga puluh satu mahasiswa yang ditahan, rata-rata dijerat pasal 214 (1), 213 (1), 212 (1), 335, 160 dan 170 KUHP, atas tuduhan melakukan kejahatan terhadap kekuasaan umum dan atau perbuatan tidak menyenangkan dan atau kejahatan terhadap ketertiban umum.

Berikut adalah nama-nama mahasiswa yang ditahan berdasarkan data Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), yang menjadi tim kuasa hukum mahasiswa :

1. Muhammad Anwar (Fakultas Hukum)
2. Zaky Arsy (Fisip)
3. Sahrul Nadar (Fisip)
4. Eko Kuncoro (Fakultas Teknik)
5. Ruby (Fisip)
6. Yogi (Fakultas Sastra)
7. Dodi (Fakultas EKonomi)
8. Mizan M. Wicaksono (Fakultas Sastra)
9. Dedy Oktawa (Fisip)
10. Berly (Fisip)
11. Mahftuh Fauzi (ABA)
12. Syahrul Q (Fisip)
13. Robert T (Fisip)
14. Evan Nugraha (Fakultas Pertanian)
15. Bayu Eko Novianto (Fakultas Teknik)
16. Komarudin Salim (Fisip)
17. Arief Suwanto (Fakultas Ekonomi)
18. Beni (Fisip)
19. Ceppy Febrinika (Fisip)
20. Octra (Fakultas Hukum)
21. Hardito (Masyarakat)
22. Akbar Z (Fakultas Ekonomi)
23. Suryo Bawono (Fisip)
24. Fickar (Fisip)
25. Rahman Rahayaan (Fakultas Hukum)
26. Yoseph (Fisip)
27. Zeinardi Ridwan (Fakultas Hukum)
28. Ade Kusumah (Fakultas Teknik)
29. Yulli M Ferri (Fakultas Teknik)
30. Raihan (Fakultas Hukum)
31. Diki (Fakultas Hukum)

 

* * *

PKS Tuding Polri Pakai Gaya Orba 

Kompas,  26 Mei 2008 |

JAKARTA, SENIN – Kasus insiden berdarah di Kampus Universitas Nasional (Unas), terus mendapat sorotan. Terkait kasus insiden di Unas, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), melalui juru bicaranya yang tak lain mantan Ketua BEM Universitas Indonesia (UI), Rama Pratama menyatakan, Polri telah mempertontonkan cara-cara refresif, seperti zaman Orde Baru. Mantan aktivis mahasiswa 98, yang kini anggota Komisi XI DPR RI Rama Pratama mengemukakan hal itu di Jakarta, Senin (26/5).

“Polisi kembali memakai gaya orde baru yang represif di tengah-tengah upaya kita menumbuhkembangkan demokrasi atas dasar saling menghargai pendapat yang berbeda. Apa pun alasannya, polisi tak patut menyerbu kampus dan merusak sarana pendidikan,” ujar Rama Pratama.

Mantan Ketua BEM Universitas Indonesia ini kembali menegaskan, Polri sebagai aparat pengayom harusnya memberikan contoh teladan untuk meredakan suasana panas pasca pengumuman kenaikan harga BBM.

“Mahasiswa sebagai elemen masyarakat adalah pihak yang paling mudah tersentuh dengan kesusahan rakyat dengan kenaikan harga BBM ini, cobalah pahami kondisi ini. Pemerintah juga harus bersikap bijak dengan meletakkan komitmen untuk tidak menambah kesulitan masyarakat di tengah resesi yang melanda,” katanya.

Sementara itu, Ketua DPR Agung Laksono usai menerima Rektor Unas Prof. Dr. Umar Basalim meminta Polri untuk mengusut bila ada dalang dibalik kerusuhan di Kampus Unas.

“Yang terpenting dalam kasus ini adalah dengan melakukan investigasi terlebih dahulu apa betul ada aktor dibalik itu dan apa siapa yang sebetulnya memberi komando, siapa yang menunggangi sehingga peristiwa itu terjadi. Ini bukan soal main-main karena biar bagaimanapun, apa yang terjadi adalah suatu tindakan yang bisa mencederai demokrasi bila dibiarkan,” tegas Agung Laksono.

Rektor Unas Prof. Dr. Umar Basalim mengatakan, pihaknya meminta untuk dipercayakan menyelesaikan persoalan yang menimpa universitas yang dipimpinnya secara internal. “Kalau kami tidak mampu menyelesaikannya barulah kami akan meminta bantuan. Apakah memang dikatakan ada provokasi atau tidak, biarkan Polri yang mengusutnya, ” pintanya.

Angota Komisi III lainnya, Gayus Lumbuun menyatakan, tragedi berdarah penyerbuan kampus Unas bisa akan membuat malu Indonesia di dunia internasional. Salah satu alasannya adalah terungkapnya ada penyalahgunaan narkoba dan ditemukannya granat saat Polisi melakukan penyerbuan. Gayus menilai, pengungkapan itu pada dasarnya bukanlah tujuan utama dari apa yang dilakukan oleh aparat.

“Telah terjadi penyimpangan berita. Karena menurut saya, penemuan atau dugaan penggunaan narkoba setelah tertangkap (mahasiswa). Artinya, tidak tujuan dari kepolisian untuk mengantisipasi keamanan. Sebaiknya, crime against humanity (kejahatan melawan kemanusiaan) ini benar-benar disadari karena ini bukan bagian dari tanggung jawab nasional, tapi tanggung jawab internasional. Saya khawatir, tayangan di televisi, kalau diikuti oleh dunia internasional, bisa menjadi masalah besar bagi negara ini,” papar Gayus Lumbuun.

“Kapolri harus memberikan klarifikasi yang jelas. Dan komisi III tidak akan memberikan sanksi kepada para penegak hukum karena Komisi III hanya teratas kepada rekomendasi apakah ditemukan adanya pelanggaran- pelanggaran yang dilakukan oleh mitra kerja kita. Sementara sanksi bisa dilakukan oleh lembaga yang lain,” kata Gayus lagi. (Persda Network/yat)

* * *

UNAS Bentuk Pembungkaman Suara Rakyat

Kompas, 26 Mei 2008

SOLO, SENIN- Tindak kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian saat menangani aksi mahasiswa Universitas Nasional Sabtu lalu dikecam berbagai kalangan di Kota Solo. Insiden di UNAS merupakan contoh kasus bagaimana polisi dalam mengatasi berbagai aksi-aksi yang terus menentang kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), serta upaya membungkam suara rakyat atas kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat miskin.

Demikian pernyataan sikap Konsorsium Solo yang disampaikan koordinatornya Muh Amin, Senin (26/5) malam. Selain menuntut segera dilakukan proses hukum terhadap aparat kepolisian yang telah jelas-jelas melakukan tindak pelanggaran HAM pada kasus tersebut,

Konsorsium Solo juga menuntut pemerintah segera mencabut kebijakan kenaikan harga BBM yang telah merugikan rakyat miskin.

Konsorsium Solo mengancam akan mengajukan class action sebagai bentuk penolakan terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai tidak pro rakyat miskin.

Menurut Konsorsioum Solo, kekerasan yang d ilakukan polisi merupakan indikasi menguatnya kembali pola militerisme dalam membungkam suara rakyat yang menginginkan perubahan konkret atas situasi kekacauan yang sengaja diciptakan pemerintah, dengan mengeluarkan kebijakan yang tidak pro rakyat.

“Sebagai bagian dari elemen masyarakat, kita tidak boleh tinggal diam menghadapi kebringasan polisi. Apa yang dilakukan negara dalam melakukan represi adalah bentuk pembungkaman aspirasi rakyat dalam menolak kebijakan negara yang merugikan rakyat,” kata Muh Amin.

 

* * *

  Pernyataan Sikap

ANARKISME NEGARA REPUBLIK INDONESIA

 

          Empat tahun Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla berkuasa namun tak ada perubahan yang signifikan. Yang terjadi justru kemunduran demi kemunduran dalam berbagai bidang. Di saat ratusan, ribuan bahkan jutaan anak bangsa menderita,  justru pemerintah melalui aparatnya melakukan tindakan-tindakan yang represif dan anarkis untuk menghadapi aksi-aksi demonstrasi para anak bangsa yang masih duduk dalam bangku perkuliahan.

            Puluhan orang dipukuli dan ditangkap saat melakukan demonstrasi menolak kenaikan harga BBM di depan istana negara, ratusan orang di berbagai daerah juga dipukuli dan ditangkap saat melakukan penolakan kenaikan harga BBM.  Dan yang paling ironis,  saat 300 mahasiswa Universitas Nasional (UNAS) melakukan aksi penolakan di kampusnya, lontaran peluru karet serta sambutan gas air mata kian menambah daftar hitam kinerja perintahan saat ini.

SBY-JK dan kepolisian pun tak tinggal diam. Mereka mengatakan aksi mahasiswa di depan UNAS bersifat anarkis. Kalau mau ditelaah lebih dalam, tindakan mahasiswa UNAS dan mahasiswa-mahasiswa lainnya masih bersifat wajar serta hanya terjadi di titik-titik tertentu. Justru aksi SBY-JK-lah yang paling anarkis. Di saat 220 juta rakyat Indonesia sedang terlelap tidur, SBY-Jk malah menaikkan harga BBM. Jadi siapa yang lebih anarkis. SBY-JK atau para mahasiswa yang melakukan aksi penolakan kenaikan harga BBM?

Kami, Solidaritas Mahasiswa UNAS, menuntut kepolisian agar:

1.      Membebaskan mahasiswa UNAS dan seluruh mahasiswa yanga ditangkap pihak polisi dalam aksi menolak kenaikan harga BBM.

2.      Usut dan tuntaskan para pelanggar HAM yang menyerang kampus.

3.      Pihak kepolisian harus bertanggung jawab atas tragedi yang menimpa UNAS dan kampus di seluruh Indonesia yang menolak kenaikan harga BBM.

 

Jakarta, 27 Mei 2008

Solidaritas Mahasiswa Universitas Nasional

 (Universitas Indonesia, Universitas Pancasila, Universitas Moestopo Beragama, Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mercubuana, AMIK LAKSI, Institut Sains dan Teknologi Nasional, Universitas Al Azhar)

 * * *

Pemuka Agama Diminta Selesaikan Konflik Secara Damai


Koran Tempo, 23 Mei 2008 08:36

      [Koran Tempo 23/5/08] Jakarta-Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta pemuka agama menjadi contoh untuk menyelesaikan konflik secara damai dan tanpa kekerasan.

     “Jika kita ingin umat menyelesaikan permasalahan termasuk konflik, secara damai tanpa kekerasan, sebagai pemimpin (harus) menjadi contoh,” kata Presiden Yudhoyono dalam pertemuan umat beragama di Istana Negara kemarin.

     Dunia internasional, Presiden melanjutkan, banyak meminta bantuan Indonesia, yang berkarakter kehidupan beragamanya berjalan baik.  ” Mari kita buktikan karakter itu benar dengan menjalankan di negeri sendiri,” katanya.  “Setelah itu, baru diterapkan dalam masyarakat global.”

     Namun, Presiden mengingatkan agar ikatan kebangsaan lebih kuat di atas berbagai ikatan global, apa pun identitas, agama, kelompok etnis, suku dan daerahnya.  “Meski pun demokrasi, hak asasi manusia, dan pasar terbuka menjadi ideologi yang dianut semua bangsa, ikatan kebangsaan meski lebih kuat. (Ninin Damayanti)